Suara.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB), Syafruddin menyebut hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah berhasil mencegah potensi pemborosan anggaran yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Kalau tahun 2017 berhasil menghemat Rp 46 triliun, tahun 2018 penghematan setidaknya mencapai angka Rp 64,8 triliun pada 24 provinsi dan 216 kabupaten / kota.
Khusus wilayah I yang meliputi 185 provinsi dan kabupaten / kota se-wilayah Sumatera, kecuali Lampung, Banten dan Jabar penghematan mencapai Rp 35,5 triliun. Hal tersebut diungkapkan Syafruddin dalam acara penyerahan hasil evaluasi akuntabilitas Pemda wilayah I di Bandung, Senin (28/01/2019).
"Saya mengapresiasi upaya dan perjuangan seluruh gubernur, bupati dan walikota dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja di lingkungan pemerintahannya. Pasalnya, mengubah mindset seluruh pegawai tidaklah mudah, mengajak untuk berubah sungguh sulit. Namun, sekarang bukan saatnya kita berpangku tangan dan berdiam diri dalam menghadapi perubahan, arus perubahan dalam tata kelola pemerintahan tidak bisa dibendung atau dihentikan, ia akan terus mengaliri nadi pemerintahan," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pimpinan pemerintah daerah serta harapan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk segera berubah dan berbenah. "Mari kuatkan sinergi dan optimisme untuk menjalankan pemerintahan yang berorientasi pada hasil, sehingga amanah rakyat melalui anggaran negara dapat dimanfaatkan seluasnya untuk kemajuan bangsa," kata Syafruddin.
Baca Juga: Dukung Pekerja Migran, KemenPANRB Resmikan MPP Banyumas
Menurutnya, banyak kegiatan inefisiensi yang terjadi bertahun-tahun. Jika seluruh pemerintahan, baik pusat maupun daerah dapat terus menerus melakukan efisiensi anggaran, lalu memfokuskannya pada pembangunan, maka Indonesia akan semakin mendekati pintu gerbang kesejahteraan. Ia pun sependapat adanya reward bagi pemerintah daerah yang berhasil mewujudkan kinerjanya dengan baik, bila mencapai kategori BB akan diberikan Dana Insentif Daerah (DID). "Tahun 2019 ini, sebanyak 45 kabupaten / kota, akan mendapatkan DID," tegasnya.
Syafruddin menambahkan, awal tahun 2019 merupakan saat yang tepat, iklim yang baik bagi semua instansi pemerintah memulai resolusi kinerja yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Semangat perubahan ini, hendaknya terus melandasi jiwa dan perjuangan seluruh aparatur negara untuk semakin adaptif terhadap perubahan, bekerja keras, inovatif dan kreatif dalam menjalankan program kerja pemerintah. "Dengan demikian, pembangunan di pusat maupun daerah dapat berjalan cepat, tepat dan akurat menyentuh 'segitiga harapan', yakni harapan publik, harapan sektor privat, maupun harapan pemerintah itu sendiri," tambahnya.
Perubahan zaman telah mengubah paradigma harapan publik yang sangat menginginkan pemerintah hadir untuk melayani, birokrasi hadir semakin dinamis, bahkan memfasilitasi setiap aktivitas di ruang publik melalui aksesibilitas yang mudah, tidak berbelit, bebas praktik suap dan pungli, efektif dan efisien, memberikan manfaat yang dirasakan langsung, bahkan mengadopsi pola-pola digitalisasi yang sudah merambah ke setiap sendi/landscape peradaban.
Menurut Syafruddin, kunci pentingnya adalah birokrasi harus didorong melalui transformasi yang fundamental. Salah satu pilar transformasi itu terletak pada bangunan sistem pemerintahan yang lebih akuntabel. Artinya birokrasi dapat bertanggungjawab penuh terhadap aliran anggaran negara untuk sebesar-besarnya dan seluas-luasnya digunakan bagi kemakmuran rakyat.
Menteri mengakui, rentang birokrasi Indonesia yang sangat besar, dari pusat hingga ke daerah terluar dan perbatasan, dari ujung Pulau Miangas sampai Merauke merupakan tantangan yang harus dipecahkan bersama. Betapa tidak, dalam birokrasi ada SDM aparatur dengan ragam karakter yang sangat diversif. Berbagai pendekatan teoritis maupun praktis juga dilakukan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel. Antara lain dengan menghadirkan pengawasan eksternal, membangun pengawasan internal, melibatkan pengawasan masyarakat langsung, upaya law enforcement yang notabenenya punya efek detterence, dan banyak hal lainnya. "Namun, ada bagian yang perlu ditanamkan dengan sangat kuat, yaitu bagaimana membangun suatu sistem yang secara otomatis dan regeneratif dapat meluas ke seluruh unsur pemerintahan yang menjaga, mengawal, mengendalikan, menajamkan dan mengantarkan program pemerintah agar tepat sasaran kepada tujuan pembangunan," tegasnya.
Baca Juga: Tingkatkan Sosio Ekonomi Masyarakat, KemenPANRB Gandeng Kampus UI
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) secara implisit dimandatkan melalui Undang-Undang nomor 47 / 2003 tentang Keuangan Negara dan secara eksplisit dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah nomor 8 / 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Sistem itu lebih dikuatkan lagi melalui Perpres nomor 29 / 2014 tentang SAKIP.
Melalui SAKIP, paradigma kinerja pemerintahan diubah, bukan lagi sekedar melaksanakan program kegiatan yang dianggarkan, tetapi melakukan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai sasaran itu. SAKIP juga memastikan bahwa anggaran hanya digunakan untuk membiayai program / kegiatan prioritas yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan. Selain itu, SAKIP juga memastikan penghematan anggaran melalui dihapusnya kegiatan yang tidak penting, yang tidak mendukung kinerja instansi pemerintah.
Syafruddin juga mengungkapkan, ia banyak mendapatkan laporan hasil studi banding pemerintahan di dunia, serta bagaimana Amerika, Eropa bahkan Cina menjalankan pemerintahannya dengan cara membangun provinsi, kota, daerah dan otoritas publik khusus yang mendorong progresifnya pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, serta menjadikannya sebagai pusat aktivitas ekonomi global. "Di dalamnya, akuntabilitas dan profesionalisme menjadi pilarnya, namun sistem yang dijalankannya belum tentu dapat diadopsi di Indonesia," jelasnya.
Ditegaskan bahwa Indonesia unik dan khas. Demografinya beragam, kulturnya diversif, berjalannya pemerintah juga dipisah oleh pembagian kewenangan sentralistik dan otonomi daerah. Syafruddin menunjuk, hasil penelitian Prof. Evan Berman dari University of Wellington membuktikan SAKIP sebagai sebuah dimensi baru dalam sistem pemerintahan yang muncul di Indonesia, di kawasan Asia Tenggara, yang patut dan layak untuk diluaskan untuk banyak negara di dunia. “Indonesia harus bangga punya SAKIP, mari optimalkan SAKIP di Indonesia,” ungkap Syafruddin.
Untuk itu ia mengingatkan, sudah bukan saatnya lagi bekerja hanya untuk membuat laporan, atau hanya untuk menyerap anggaran. Sekarang waktunya bekerja fokus dari hilir ke hulu program. "Konsep money follow program adalah dasar penggunaan anggaran. Tetapi jika program tidak tepat sasaran karena perencanaan yang salah, apakah program tetap dijalankan sehingga anggaran tetap disia-siakan begitu saja?," paparnya.
Efisiensi bukan hanya tentang cara memotong anggaran, tetapi juga penerapan manajemen berbasis kinerja. Misalnya, penerapan e-government melalui e-budgeting untuk menghindari 'program siluman' yang berpotensi penyimpangan. Namun realitanya, e-budgeting juga tidak terintegrasi utuh dengan outcome kinerja, sehingga belum mampu mencegah pemborosan. Untuk itu, dibentuklah e-performance based budgeting sebagai program quick win yang harus selesai dalam periode 2 (dua) tahun mendatang.
Pembangunan sistem e-performance based budgeting pada pemda, telah dikuatkan melalui MoU Kementerian PANRB dengan BPKP. Aplikasi SIMDA Keuangan BPKP juga telah digunakan oleh 365 pemerintah kabupaten / kota. Karena itu, penyempurnaan SIMDA perecanaan serta pembuatan SIMDA SAKIP diharapkan lebih mempercepat implementasinya.