Suara.com - Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Buya Syafii Maarif menilai, pembatalan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir sebagai sebuah bentuk kegamangan pemerintah karena pemerintah dinilai tidak matang dalam mengambil keputusan.
Buya menilai, pemerintah seharusnya menyelesaikan proses administratifnya terlebih dahulu baru menyampaikan kepada publik soal pembebasan Ba'asyir.
"Memang kemarin agak tergesa-gesa, harusnya diselesaikan administratifnya dulu, kan ada aturan (untuk taat NKRI) nah dia enggak mau. Seharusnya sebelum disampaikan kepada publik itu diselesaikan dulu, itu ada kekurangan disitu," kata Buya Syafii usai menghadiri acara dialog kebangsaan di Mabes Polri, Minggu (27/1/2019).
Mantan Ketum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu berharap Ba'asyir mau menandatangani pernyataan taat dengan Pancasila sebagai syarat pembebasan mengingat kondisinya sudah renta untuk tetap di penjara.
Baca Juga: Disebut Mau Menikah, Ahok Bawa Puput Nastiti Devi Temui Oso
"Saya sesungguhnya sedih, dia sudah tua, sakit-sakitan, ada pembekuan darah, jantung, semestinya dia ikuti aturan Indonesia, saya kenal dia," jelasnya.
Buya juga mendorong Ba'asyir untuk tetap mengikuti peraturan pemerintah untuk menandatangani ikrar setia dengan NKRI sebagai syarat pembebasan bersyaratnya seperti tertuang dalam Peraturan Menkumham tahun 2018.
"Tidak bisa dikesampingkan syarat itu, nanti yang lain juga minta seperti itu, heboh Republik ini nanti," jelas Buya Syafii.
Seperti diketahui, Ba'asyir batal bebas karena tidak dapat memenuhi syarat formil yang diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Baca Juga: Media Asing: Ahok Bebas dari Penjara, Jatuh ke Tangan Pengawal Mantan Istri