Aksi depan Istana, AJI Jakarta Desak Jokowi Cabut Remisi Pembunuh Jurnalis

Jum'at, 25 Januari 2019 | 16:47 WIB
Aksi depan Istana, AJI Jakarta Desak Jokowi Cabut Remisi Pembunuh Jurnalis
Ketua Umum AJI Indonesia berorasi dalam aksi aksi protes pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis Radar Bali di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/1/2018). [dok/AJI Jakarta]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar aksi protes pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis Radar Bali di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/1/2018).

AJI Jakarta bersama LBH Pers, YLBHI, LBH Jakarta dan Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ) menentang kebijakan Presiden Jokowi, yang memberikan remisi terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Kebijakan itu tertuang dalam Kepres No 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018.

“Kami mengecam kebijakan Presiden Jokowi yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana,” kata Prima Gumilang, Koordinator Aksi AJI Jakarta.

Baca Juga: Wanita Ini Bikin Peraturan Aneh di Hari Pernikahan, Adik Iparnya Kesal

Ketua Umum AJI Indonesia berorasi dalam aksi aksi protes pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis Radar Bali di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/1/2018). [dok/AJI Jakarta]
Ketua Umum AJI Indonesia berorasi dalam aksi aksi protes pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis Radar Bali di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/1/2018). [dok/AJI Jakarta]

Menurut Prima, Susrama dihukum ringan yakni penjara seumur hidup karena jaksa sebenarnya menuntut hukuman mati.

Oleh sebab itu, keputusan Jokowi memberikan remisi terhadap pembunuh jurnalis tersebut dinilai mencederai keadilan.

“Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia,” ujar dia.

Maka dari itu, AJI Jakarta mendesak Presiden Jokowi mencabut Keppres pemberian remisi terhadap Susrama. Sebab kebijakan itu bertentangan dengan kebebasan pers.

“AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut,” terangnya.

Baca Juga: Rupiah Perkasa Berkat Dana Asing Rp 19,2 Triliun Masuk ke Pasar Uang

Selain itu, AJI Jakarta juga meminta Presiden Jokowi menuntaskan 8 kasus pembunuhan jurnalis lainnya yang belum tersentuh hukum.

Delapan kasus itu, di antaranya: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), dan kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010).

Selanjutnya kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Dibunuh karena Ungkap Korupsi

Untuk  diketahui, Susrama mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang diberi remisi.

Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun silam. Pembunuhan itu terkait berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan melibatkan Susrama, yang ditulis oleh Prabangsa pada harian Radar Bali dua bulan sebelumnya.

Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu.

Ia diketahui memerintahkan anak buah menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam.

Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa.

Dalam keadaan sekarat Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Kemudian Prabangsa dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.

Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susrama penjara seumur hidup.

Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum bervariasi dari 5 tahun sampai 20 tahun penjara.

Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI