Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menolak menjawab soal desakan pencabutan remisi kepada pembunuh wartawan di Bali. Jokowi meminta wartawan untuk bertanya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Menkumham Yasonna Laoly.
I Nyoman Susrama mendapatkan remisi. I Nyoman Susrama menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali (Jawa Pos Grup) AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
"Tanyakan ke Menkumham," kata Jokowi di Alun-Alun Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/1/2019).
Sebelumnya, Pemberian remisi oleh Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi terhadap I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali (Jawa Pos Grup) AA Gde Bagus Narendra Prabangsa dinilai sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.
Baca Juga: Ahmad Dhani Cukur Rambut di Garut, Sindir Jokowi?
Pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
"Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadlan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap," ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Nandhang R Astika dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa (22/1/2019) lalu.
AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.
"Perlu waktu berbulan-bulan serta energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," ujar Nandhang.
Menurut dia, pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat. Karena itu, AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.
Baca Juga: Jokowi Komentar soal Tabloid Indonesia Barokah: Belum Pernah Baca
Meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU. No. 22 Tahun 2002 dan Perubahanya UU. No. 5 Tahun 2010. Namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.
"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," imbuh Nandhang.