Jokowi Kasih Grasi ke Pembunuh Wartawan, Wapres JK: Biasalah...

Selasa, 22 Januari 2019 | 19:25 WIB
Jokowi Kasih Grasi ke Pembunuh Wartawan, Wapres JK: Biasalah...
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla berjalan bersama di kediaman Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (22/12}. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi dingin kritik kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memberikan grasi kepada pembunuh wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. JK menilai pemerintah sudah biasa dikritik.

Terkait kritik dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Denpasar, JK mengatakan, pemberian grasi tersebut maknanya tidak terlalu jauh dengan vonis hukuman seumur hidup.

"Ya biasalah, saya katakan tadi pemerintah tanpa kritik, bukan pemerintah. Apa saja dikritik, mau sabun dikritik, ini dikritik, keputusan (grasi) dikritik. Itu biasa saja, namanya demokrasi," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (22/1/2019).

"Memang umumnya, yang namanya hukuman seumur hidup itu hampir sama 20 tahun, itu juga umurnya sekarang berapa? Ya kita tidak mendahului Tuhan, tapi ya memang tidak jauh-jauh itu 20 tahun (dengan) seumur hidup," lanjutnya.

Baca Juga: AJI Denpasar Sesalkan Pemberian Grasi Otak Pembunuhan Wartawan di Bali

Nama I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan terhadap Bagus Narendra Prabangsa, termasuk satu dari 115 terpidana yang mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo. Susrama ditahan sejak 26 Mei 2009 atas tindakan pembunuhan terhadap Prabangsa pada 11 Februari 2009.

Awalnya, Susrama divonis hukuman penjara seumur, namun setelah mendapatkan grasi tersebut, hukumannya menjadi 20 tahun penjara.

AJI Denpasar, dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Selasa, meminta Presiden Jokowi mencabut pemberian grasi tersebut karena dinilai dapat melemahkan penegakan kemerdekaan pers.

"Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat. Karena itu AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut," kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika.

Meskipun memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU No. 22 Tahun 2002 dan Perubahanya, UU No. 5 Tahun 2010, Presiden seharusnya memerintahkan jajaran Kementerian Hukum dan HAM untuk mengoreksi sebelum grasi itu diberikan.

Baca Juga: Telinga dan Jari Putus, Mayat ABG di Tangsel Diduga Korban Pembunuhan

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," ujarnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI