Suara.com - Sejatinya Revolusi Mental adalah sebuah gerakan sosial masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat dan upaya membangun kesadaran bersama dinilai menjadi syarat mutlak sukses dan berlanjutnya gerakan perubahan sikap mental bangsa Indonesia ke arah lebih baik.
Munculnya Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) di era Jokowi adalah upaya dalam menjawab kegelisahan masa lalu, akibat munculnya krisis karakter bangsa, maraknya intoleransi, korupsi, hingga tak hadirnya pemerintah di saat masyarakat membutuhkan perhatian.
"Ajakan mulia ini seharusnya kita dorong bersama, dimulai dari diri sendiri dan kesadaran masing-masing untuk mengubah tingkah laku, pola pikir, dan sikap, sehingga bangsa Indonesia memiliki modal utama pembangunan yang kuat, yakni manusia Indonesia yang hebat dan unggul dalam akhlak," demikian pendapat sosiolog dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo.
Hal-hal yang diutarakan Paulus terangkum dalam delapan prinsip dasar GNRM, yaitu Revolusi Mental adalah gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik; Harus didukung oleh tekad politik (political will) pemerintah; Harus bersifat lintas sektoral; Kolaborasi masyarakat, sektor privat, akademisi dan pemerintah.
Kemudian dilakukan dengan program “gempuran nilai” (value attack) untuk senantiasa mengingatkan masyarakat terhadap nilai-nilai strategis dalam setiap ruang publik; Desain program harus mudah dilaksanakan (user friendly), menyenangkan (popular) bagi seluruh segmen masyarakat; Nilai-nilai yang dikembangkan terutama ditujukan untuk mengatur moralitas publik (sosial) bukan moralitas privat (individual), seperti nilai etos kerja, gotong royong dan integritas; dan Dapat diukur dampaknya dan dirasakan manfaatnya oleh warga masyarakat.
Tiga nilai utama Revolusi Mental, etos kerja, gotong royong dan integritas, diyakini merupakan nilai universal yang dibutuhkan Indonesia untuk mengejar berbagai ketertinggalannya dibanding negara lain.
Menurutnya, Gerakan Revolusi Mental mestinya tak berhenti pada slogan yang setiap hari harus diteriakkan, namun dilakukan sebagai aksi nyata untuk merubah perilaku, pola pikir dan sikap. Dalam konteks ini, contoh dan teladan dari para pimpinan tertinggi hingga level terendah merupakan keniscayaan.
Presiden Jokowi dalam banyak hal nyata telah mempraktikkan hal ini. Prioritas pembangunan yang berorientasi Indonesia sentris, perubahan pelayanan masyarakat yang menuntut birokrat bekerja efisien, melayani bukan dilayani, dan berbagai kemudahan lainnya, merupakan beberapa contoh.
Pertanyaan selanjutnya, jika pemimpinnya terus berupaya melakukan perubahan, bagaimana masyarakatnya?
“Revolusi Mental bukanlah perubahan seketika, tak bisa selesai dalam setahun atau lima tahun, butuh kesinambungan. Yang terpenting, janganlah buru-buru menilai gerakan ini berhasil atau tidak, tetapi apakah kita sudah mau bergabung, bergerak bersama-sama dan berubah jadi lebih baik?” tambah Paulus.