Suara.com - Terpidana kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution mengakui pernah ditelepon mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terkait perkara suap peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat dengan terdakwa Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro. Selain itu, Edy Nasution juga diminta untuk mengirim berkas Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited ke Mahkamah Agung.
Hal itu disampaikan Edy Nasution saat menjadi saksi di sidang lanjutan dengan terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
"Waktu itu datang telpon, Pak Edy perkara nomor ini sudah dikirim? perkara PT AAL. Ya pak siap, saya cek dulu," kata Eddy menceritakan mendapat telepon dari Nurhadi di Pengadilan, Tipikor, Jakarta Pusat.
Suap tersebut terkait penanganan perkara PK, PT. Across Asia Limited (PT. AAL) telah melewati batas waktu 180 hari sejak putusan Kasasi diterima PT AAL sejak 7 Agustus 2015 sesuai Pasal 295 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan.
Baca Juga: 12 Tahun Cari Keadilan, Warga Petamburan Tuntut Anies Ganti Rugi Rp 11 M
Di hadapan majelis hakim, Edy mengklaim baru pertama kali mendapat telepon langsung dari Nurhadi dalam penanganan perkara Eddy Sindoro tersebut.
"Kalau untuk penangangan tidak. Tapi dia berwenang menengur untuk perkara yang lama dikirim," ucap Edy.
Saat ditanya JPU KPK, Edy Nasution membantah meminta sejumlah uang untuk penanganan perkara PK di Jakarta Pusat, melalui pegawai Eddy Sindoro yakni staf Chairman PT Paramount Enterprise, Wresti Kristian Hesti Susetyowati.
Mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu menyebut bahwa Wresti yang menawarkan sejumlah uang.
"Bukan saya, yang nawarkan itu Hesti. Dia (Hesti) menawarkannya itu tolong bantu, tapi realisasinya tidak ada," ujar Edy.
Baca Juga: Moeldoko Sebut Markas BPN di Solo Ganggu, Tim Prabowo: Kenapa Diributin?