Suara.com - Hakim Ad Hoc Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, merasa difitnah setelah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura dari terdakwa Tamin Sukardi. Merry diduga membantu putusan perkara penjualan lahan aset negara.
"Ini semua fitnah. Saya tidak pernah melakukan apapun apalagi dengan putusan itu. Jadi aku ini korban entah korban dari siapa," kata Merry usai mendengar pembacaan dakwaan JPU KPK, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Dalam dakwaan JPU KPK, Merry disebut menerima uang 150 ribu dolar Singapura melalui Panitera PN Medan Helpandi dari Tamin Sukardi untuk kepentingan pribadinya.
Kuasa hukum Merry, Efendy Simanjuntak mengatakan kan membuktikan bahwa terdakwa Merry Purba tak bersalah pada sidang selanjutnya. Termasuk mengajukan keberatan.
Baca Juga: TGB: Kekalahan Jokowi di NTB dari Prabowo di 2014, Kekalahan Terbesar
"Nanti kami akan buktikan di persidangan. Sebenarnya siapa yang memfitnah ini, kami akan buktikan, cukup mengajukan keberatan karena total tidak betul, jadi untuk sementara itu saja," tutup Efendy.
Hakim Ad Hoc Merry Purba diduga menerima uang suap 150 ribu dolar Singapura saat masih menajadi anggota majelis hakim dalam perkara Tamin Sukardi. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara ditambah uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 10 tahun penjara.