Suara.com - Politikus PKS Nasir Djamil mengungkapkan, penegakan hukum di Indonesia sejatinya harus mendapatkan perbaikan dalam kepemimpinan berikutnya.
Pasalnya, ia amenilai banyak pekerjaan berat yang menurutnya dilahirkan dari masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Hal tersebut diungkapkan terkait tema debat sesi pertama yang akan dijalani masing-masing pasangan Capres – Cawapres Pilpres 2019. Tema yang akan dibahas pada 17 Januari mendatang adalah persoalan hukum, HAM, terorisme dan korupsi.
Nasir mengungkapkan, keempat isu itu sudah seyogyanya menjadi jantung negara. Apabila penegakan hukum suatu negara berjalan semakin baik, maka semakin tinggi pula martabat di mata rakyatnya.
Baca Juga: Kimberly Ryder Belum Siap Punya Anak
Terkait dengan penegakan hukum itu, Nasir mengungkapkan terbangun dengan sistem penegakan hukum yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, hakim, dan petugas lapas.
"Seorang filsuf pernah bilang, jika hukum yang buruk atau aparat baik, lebih baik aparat baik, kalau sistem bagus tapi aparat sontoloyo maka sistem jadi sontoloyo," kata Nasir dalam diskusi bertajuk 'Kalau Bersih Kenapa Risih' di Prabowo - Sandiaga Media Center, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Selasa (8/1/2018).
Menurut Nasir, masih ada sisi gelap dari penegakan hukum di Indonesia. Banyak yang menilai kalau perekrutan di badan penegak hukum masih berdasarkan kekuatan orang 'dalam'.
Dirinya memberikan contoh ungkapan candaan dari salah satu pihak kepolisian daerah yang menyebut jargon Kepolisian RI yakni promoter malah diartikan lain. Promoter sendiri merupakan singkatan dari Profesional, Modern dan Terpercaya.
"(Jenderal Pol) Tito sampaikan promoter, ada sebagian polisi di Sumut (Sumatera Utara) (mengatakan kepanjangannya) bukan profesional dan lain-lain, tapi promosi orang tertentu," ujarnya sambil tertawa.
Baca Juga: Siswi SMK Baranangsiang Bogor Tewas Ditusuk di Gang Dekat Indekos
"Kalau aparat bermental sontoloyo perilaku genderuwo ya capek, negara hukum jadi negara kekuasaan," sambungnya.