Suara.com - Penyidik Ditreskrimsus Polda Banten dan Kepolisian Polres Cilegon memeriksa 12 orang dalam kasus pungutan liar korban tsunami Selat Sunda di rumah sakit di Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Cilegon. Pungutan liar itu mencapai belasan juta rupiah.
Kasus itu berawal dari cerita keluarga Nafis Umam (8), warga Ramanuju Cilegon yang dirujuk dari RSUD Berkah Pandeglang pada 23 Desember 2018 karena menderita patah tulang bahu saat mengalami tsunami Selat Sunda, sehingga korban harus dilakukan tindakan medis yaitu operasi dan dilanjutkam rawat inap untuk proses penyembuhan. Oleh rumah sakit Nafis Umam dibebankan biaya pengobatan sebesar Rp17 juta.
"Pihak rumah sakit, kepada keluarga korban melakukan penagihan terhadap biaya pengobatan sejumlah Rp17 juta. Oleh pihak keluarga korban sudah dibayar sekitar Rp10,5 juta, dan sudah dikaver oleh BPJS sebanyak Rp2,9 juta, sehingga sisa kekurangan pembayaran sejumlah Rp3,6 juta. Itulah yang membuat keluarga korban merasa sangat keberatan dan menganggap biayanya terlalu mahal," kata Kabid Humas Polda Banten AKBP Edy Sumardi, di Serang, Selasa (8/1/2019).
Penyidik Ditreskrimsus Polda Banten bersama Polres Cilegon masih terus melakukan pendalaman dengan melakukan pemeriksaan para saksi.
Baca Juga: Green Edelweiss Foundation Beri Bantuan Korban Tsunami di Kalianda
"Sampai saat ini, ada 12 orang saksi yang kita mintai keterangan, terdiri dari dua orang saksi korban, di antaranya Sulastri (ibu korban) dan Slamet (paman korban). Sementara itu, sepuluh saksi dari pihak RSKM sudah diperiksa oleh penyidik," katanya pula.
Penyidik akan memastikan status RSKM apakah merupakan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) atau perusahaan swasta dengan melakukan pemeriksaan ahli dari Ditjen AHU Kemenkumham. (Antara)