Suara.com - Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher kembalu urung memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap izin proyek Meikarta, Bekasi, Jawa Barat, Senin (7/1/2019).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut Aher tak memberikan alasan alias mangkir dalam agenda pemeriksaan tersebut.
"Kami belum mendapatkan pemberitahuan atau informasi alasan ketidakhadiran saksi," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/1/2019).
Tak hanya hari ini, Aher juga pernah mangkir dalam pemeriksaan kasus yang sama. Totalnya, politikus PKS itu sudah dua kali mangkir. Jika sampai pemanggilan ketiga kembali tak kooperatif, Aher terancam dijemput paksa penyidik KPK.
Baca Juga: Ditawari Latih Persija Jakarta, Ivan Kolev Beri Lampu Hijau
Terkait ketidakhadirannya dalam jadwal pemeriksaan suap proyek Meikarta, KPK akan kembali menjadwalkan ulang kepada Aher.
"Akan dilakukan penjadwalan ulang yang tidak hadir tanpa keterangan. Kami panggil kembali sesuai dengan urutan panggilan yang sudah dilakukan sebelumnya," ujar Febri
Rencananya Aher, diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin (NHY) penerima suap dari Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro.
Penyidik KPK kini tengah menelisik adanya dugaan aliran dana dalam rencana revisi perubahan peraturan daerah tata ruang Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penyelidikan ini masih berkaitan dengan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Terakait kasus ini, KPK sedang mendalami apakah adanya keterlibatan para pejabat Kabupaten Bekasi maupun pejabat provinsi Jawa Barat dalam memuluskan proyek Meikarta.
Baca Juga: Bank Mandiri Godok Pembayaran Telkom - Pertamina Lewat QR Code
Diketahui, KPK telah menetapkan 9 tersangka terkait kasus suap proyek Meikarta. Mereka adalah Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Damkar Bekasi Sahat MBJ Nahar, Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.
Ketiga Direktur Operasional Billy Sindoro, pegawai Lippo Group Henry Jasmen serta dua konsultan Lippo Group; Taryadi dan Fitra Djaja Purnama.
Dalam kasus ini, Neneng Hasanah beserta anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari para petinggi Lippo Group terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta pada lahan seluas 774 hektare