Suara.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku draft soal pasal untuk menjerat pengguna layanan prostitusi online sudah lama diajukan kepada DPR. Namun, menurutnya, usulan tersebut masih belum juga direalisasikan DPR sebagai produk hukum untuk memidanakan para pelanggan prostitusi.
"Iya masih di DPR. Kita belum (terealisasi), ya dari pemerintah kan sudah dari dulu mengajukan sudah cukup lama di DPR," ujar Yasonna usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).
Desakan soal pengguna layanan prostitusi dijerat pidana kembali mencuat menyusul terungkapnta kasus prostitusi online yang melibatkan artis Vanessa Angel dan model Avriellya Shaqila.
Terkait hal ini, Yasonna mengklaim akan kembali bertemu dengan para anggota dewan di Senayan agar pelaku pengguna layanan prostitusi online dimasukkan ke dalam pasal RUU KUHP.
Baca Juga: BPJS: Akreditasi Wajib Hukumnya Agar Rumah Sakit Patuh Terhadap Aturan Main
"Kami akan coba segerakanlah bicara dengan teman-teman DPR. Ya kita coba kita coba. Kita komunikasikan dengan teman-teman di DPR," tandasnya.
Sebelumnya sikap pemerintah untuk menjerat para pengguna layanan prostitusi sudah tertulis dalam nota jawaban yang tertuang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132/PUU-XIII/2015.
Nota jawaban itu menanggapi permohonan muncikari Robby Abbas yang menginginkan penikmat prostitusi di penjara.
"Sekarang ini terdapat pembahasan revisi Rancangan Undang- Undang KUHP yang salah satu pasalnya mengatur sesuai dengan permohonan Pemohon yang diatur dalam bagian keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul Pasal 483 ayat (1) huruf e," demikian sikap pemerintah soal kriminalisasi hidung belang.
Pasal 483 ayat 1 huruf e berbunyi:
Baca Juga: Geger Pasir Beracun di Rusun Marunda, Besok Pemprov DKI Bertemu KLHK
Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.