Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soni Sumarsono lantaran berhalangan hadir terkait pemeriksaan dalam kasus suap proyek Meikarta, Bekasi, Jawa Barat.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebutkan alasan Soni tak bisa menghadiri pemeriksaan karena ada kegiatan lain yang sudah terjadwalkan. Terkait absennya dari pemeriksaan, Soni telah mengirimkan surat kepada penyidik untuk dijadwalkan ulang terkait pemeriksaannya.
"Kami mendapat surat pemberitahuan permintaan penjadwalan ulang," kata Febri saat dikonfirmasi, Senin (7/1/2019).
Dalam surat yang telah diterima penyidik, mantan Plt Gubernur DKI Jakarta itu meminta jadwal pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kamis (10/1/2019).
Baca Juga: Jane Shalimar Pasang Badan untuk Vanessa Angel, Dulunya Berseteru, Ingat?
"Permintaan penjadwalan ulang Kamis 10 Januari 2019," kata dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Soni dikabarkab sedang berada di London, Inggris. Namun, belum diketahui tujuan dari kunjungan yang dilakukan Sonyi ke negara di Eropa itu.
Terkait suap Meikarta. penyidik KPK kini tengah menelisik dugaan aliran dana dalam rencana revisi perubahan peraturan daerah tata ruang Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penyelidikan ini masih berkaitan dengan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Terakait kasus ini, KPK sedang mendalami apakah adanya keterlibatan para pejabat Kabupaten Bekasi maupun pejabat provinsi Jawa Barat dalam memuluskan proyek Meikarta.
Diketahui, KPK telah menetapkan 9 tersangka terkait kasus suap proyek Meikarta. Mereka adalah Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Damkar Bekasi Sahat MBJ Nahar, Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.
Baca Juga: Jadi Pemain Termuda di Timnas U-22, Witan Siap Bersaing dengan Para Senior
Kemudian Direktur Operasional Billy Sindoro, pegawai Lippo Group Henry Jasmen serta dua konsultan Lippo Group; Taryadi dan Fitra Djaja Purnama.
Dalam kasus ini, Neneng Hasanah beserta anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari para petinggi Lippo Group terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta pada lahan seluas 774 hektare.