Suara.com - Tak bisa dipungkiri, kopi adalah salah satu komoditas yang paling digemari kaum muda. Kopi menjadi cara sederhana yang bisa digunakan siapa saja untuk bersenang-senang dalam sebuah pertemuan maupun silaturahmi.
Di Yogyakarta, sebuah kedai kopi bernama Suroloyo menjadi lokasi yang kini mulai mendapat tempat bagi pencinta kopi. Awal berdiri pada tahun 2014, kedai ini melewati banyak rintangan. Tapi lama kelamaan, usaha bertumbuh dan menjadi peluang kerja bagi anak muda sekitar Puncak Suroloyo.
Ngatiman, pemilik Kedai Suroloyo mengatakan kedai didirikan sebagai upaya penunjang para pengunjung agar menikmati wisata puncak suroloyo dengan meminum racikan kopi terbaik khas Yogyakarta.
"Kita ingin para pengunjung bisa menikmati kopi sambil melihat indahnya wisata puncak suroloyo. Makanya, kopi ini diracik secara spesial dan berbeda dengan kopi lainya," kata Ngatiman akhir Desember lalu.
Baca Juga: Ekspor Benih Hortikultura, Kementan Pacu Purwakarta Tingkatkan Mutu
Suroloyo Tembus Pasar Nasional
Ngatiman mengatakan, sejauh ini Kopi Suroloyo sudah menembus pasar Jakarta, Surabaya dan seluruh wilayah Jogja. Menurutnya, Jogja merupakan konsumen utama yang rutin membeli Kopi Suroloyo. Biasanya konsumen membeli dalam bentuk green bean.
Adapun green bean ini dijual seharga Rp90.000 untuk Arabika. Sedangkan untuk Robusta dijual seharga Rp50.000 per kilogram. Ada juga penjualan dalam bentuk kemasan isi 80 gram yang dijual seharga Rp20.000 untuk kopi arabika dan Rp 140 untuk robusta.
Puncak Suroloyo adalah puncak tertinggi di Perbukitan Menoreh, Yogyakarta yang memiliki ketinggian kurang lebih 2000 MDPL. Puncak ini membentang di sepanjang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Lokasi ini biasanya ramai dikunjungi wisatawan lokal, terutama wilayah Jawa Tengah.
Kejayaan Kopi Diprediksi Berlangsung Lama
Baca Juga: Cetak Generasi Muda Pertanian, Kementan Gelar Tani On Stage
Praktisi kopi, Setiawan Subekti mengatakan kejayaan industri kopi diperkirakan masih berlangsung lama karena minat konsumsi komoditas itu, terutama di perkotaan, terus meningkat. Selain itu, minuman kopi yang disajikan juga semakin bervariasi.
"Cina dan Rusia termasuk negara yang mulai mengalami peningkatan konsumsi. Jadi ada kecenderungan pergeseran minat masyarakat Cina dari penikmat teh menjadi penikmat kopi," katanya.
Menurut Subekti, perubahan tren juga terjadi di Jepang. Lagi-lagi karena pergeseran minat teh ke kopi sejak tahun 2000. Kondisi ini, menurutnya, otomatis berdampak pada konsumsi kopi dunia. Hal ini tentu menjadi peluang bagi petani kopi Indonesia.
"Pekebun kopi harus memanfaatkan kondisi ini sebagai momentum untuk meningkatkan produksi. Dengan peluang pasar terbuka lebar, pekebun seharusnya diuntungkan juga," katanya.
Seperti diketahui, Kemitraan Pertanian Berkelanjutan Indonesia atau Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro) sudah menyiapkan kurikulum pembelajaran kopi untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkelanjutan
Berdasarkan data FAO, luas areal kopi Indonesia mencapai 1,23 juta hektare dengan 1,19 juta diantaranya milik perkebunan rakyat yang memiliki produktivitas 0,6 ton hektare.
Program ini merupakan bentuk dukungan dan vokasi pendidikan serta vokasi pelatihan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terhubung dengan dunia industri. Sekaligus mendorong generasi muda untuk siap berusaha
Kementan Dorong Produksi Kopi
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Bambang menyatakan pihaknya bakal terus mendorong peningkatan produksi kopi jenis arabika di sejumlah kawasan. Menurut dia, industri kopi asal Indonesia merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati pasar dunia.
"Sebagian besar petani menanam kopi jenis arabika karena kopi jenis tersebut sangat diminati pencinta kopi terutama negara-negara Eropa," katanya.
Bambang mengatakan, pengembangan kopi arabika nantinya akan diarahkan untuk menjaga posisi Indonesia sebagai sumber penting beberapa jenis kopi spesialti dunia yang memiliki khas nusantara. "Apalagi faktor geografis kita sangat menunjang untuk pengembangan," pungkasnya.