Suara.com - Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 13 orang sebagai tersangka dalam kasus suap berjamaah terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi periode 2017- 2018. 12 dari 13 tersangka merupakan anggota DPRD Jambi.
Mereka adalah Ketua DPRD Jambi Cornelis Buton, Wakil Ketua DPRD AR. Syabandar, dan Wakil Ketua DPRD Chumaidi Zaidi, Ketua fraksi Golkar Sufardi Nurzain, Ketua Fraksi Restorasi Nurani Cekman, Ketua Fraksi PKB Tadjudin Hasan, Ketua Fraksi PPP Parlagutan Nasution, dan Ketua Fraksi Gerindra Muhammadiyah.
Selanjutnya, Ketua Komisi III Zainal Abidin, anggota DPRD Elhawi, anggota DPRD Gusrizal dan anggota DPRD Effendi Hatta. Sedangkan satu tersangka dari pihak swasta bernama Jeo Fandy Yoesman alias Asiang.
Ketua KPK Agus Rahardo menyampaikan penetapan belasan tersangka itu dilakukan setelah KPK menemukan bukti yang cukup untuk meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Baca Juga: Jadi Korban Pemerkosaan Bos, Karyawati BPJS Malah Dipecat
"KPK temukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ke penyidikan dengan 13 orang sebagai tersangka," kata Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/12/2018).
Agus menyebut 12 anggota DPRD Jambi tersebut meminta dan menagih uang 'ketok palu' dan menerima kisaran Rp 100 juta sampai Rp600 juta. Menurutnya, total suap berjamaah terkait pengesahan RAPBD itu mencapai belasan miliar rupiah.
"Jadi, total dugaan pemberian uang 'ketok palu' untuk pengesahan RAPBD TA 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 miliar," ungkap Agus.
Agus menyampaikan, penetapan tersangka baru ini merupakan perkembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat Gubernur nonaktif Zumi Zola. Dalam kasus ini, KPK meminta agar seluruh pimpinan DPRD Jambi menyerahkan uang suap tersebut kepada negara.
"Kami juga meminta kepada anggota DPRD Jambi lainnya untuk segera menyerahkan uang 'ketok palu'," ujar Agus
Baca Juga: Ariyo Wahab Ngaku Dapat Ilmu Penting dari Dian Pramana Poetra
Kedua belas anggota DPRD Jambi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak swasta bernama Joe Fandy dalam keterlibatannya diduga memberikan uang Rp 5 miliar kepada mantan Plt Kepala Dinas PUPR Jambi Arfan. Uang diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Jambi. Dalam kasus ini, Joe dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Uang itu akan diperhitungkan sebagai fee proyek yang dikerjakan oleh perusahaan tersangka JFY (Joe Fandy) di Jambi," tandasnya.