"Saat kami mencoba menyelamatkan diri ke bukit, sementara gempa susulan masih terus terjadi, kami sempat melihat kabel di tiang-tiang listrik mulai mengeluarkan percikan api, dan satu persatu tumbang hingga mengenai beberapa penduduk," katanya.
Air laut saat itu datang bersaman dari empat penjuru menuju kampung Lhok Timon. Para penduduk terkepung. Situasi panik, setiap orang berusaha menyelamatkan keluarganya.
Aklima berusaha menyelamatkan diri dari air laut yang menerpa daratan. Ia bersama putri kecilnya berada di antara dua bukit.
Aklima tak berdaya. Rasa takut semakin menjelar. Namun, Aklima mengakui tampak ada lelaki bersorban memanggil dari arah bukit sebelah kanan.
Baca Juga: Geisha Butuh Seminggu Aransemen 2 Lagu Nike Ardilla
"Nak kemarilah," kata lelaki bersurban seperti yang diutarakan Aklima.
Aklima menuturkan, orang bersorban itu menarik tangannya dan menyelamatkan ke gunung. Lelaki bersorban itu menolongnya, dan berpesan supaya tidak melihat ke belakang. Orang bersorban itu menghilang setelah menolong Aklima dan Maulidina.
"Hari itu kami sangat ketakutan dan menyangka itulah yang dinamakan kiamat," kata Aklima.
Hari beranjak sore ketika itu. Pukul 17.00 WIB, air laut yang menerjang kampungnya surut. Tapi setelahnya, air laut kembali pasang dan menerjang lagi.sekitar pukul 5 petang air pun surut namun bersamaan dengan itu pula air laut kembali pasang.
Aklima merasa harus kembali, tapi ke mana? Sementara rumahnya telah tiada, perkampungan telah hamparan tanah kosong, listrik padam, manyat bergelimpangan di mana-mana.
Baca Juga: PT LIB Penuhi Panggilan Satgas Antimafia Bola
"Mulai hari itu kami mencoba menjalani kehidupan di hutan, makan pisang, kelapa, bahkan batang pisang.”