Suara.com - Puing-puing bangunan yang hancur lebur di wilayah Banten dan Lampung, menjadi penanda betapa memilukannya akibat dari terjangan gelombang tsunami Selat Sunda. Namun, suasana pilu itu justru menjadi tempat sebagian orang berswafoto alias selfie.
Warga yang berswafoto di sekitar lokasi bencana dan orang-orang tengah berduka tersebut, menjadi fenomena yang mengejutkan bagi Jamie Fullerton.
Jamie adalah jurnalis The Guardian yang meliput bencana tsunami di kawasan Banten. Ia kaget, karena banyak orang yang selfie di daerah bencana itu hanya demi eksistensi serta mendapatkan banyak like di media-media sosial.
***
Baca Juga: Gara-Gara Patah Kunci, Pemotor ini Hampir Bikin Dirinya Bokek Mendadak
Solihat dan ketiga temannya sudah memilih gaya sendiri-sendiri untuk berpose selfie sempurna mereka. Keempat perempuan berjilbab itu, berswafoto di salah satu pantai di Banten.
Warna jilbab mereka sangat mencolok: hitam, hijau, merah muda, dan corak campuran. Perempuan yang berjilbab hitam berpose sembari mengacungkan jari tengah dan telunjuk membentuk tanda V.
“Dan yang paling wah adalah, latar belakang selfie mereka merupakan hamparan ladang pembantaian yang dilakukan gelombang tsunami,” tulis Jamie dalam artikel berjudul ‘Destruction gets more likes’: Indonesia’s tsunami selfie-seekers, dalam laman daring The Guardians, Rabu (26/12/2018).
Solihat dan rekan-rekannya berswafoto dengan latar belakang lahan dipenuhi bangkai mobil, peralatan pertanian yang hancur oleh tsunami. Bencana itu sendiri terjadi pada Sabtu (22/12) malam dan menewaskan hampir 500 orang di Banten serta Lampung.
Lapangan itu dipenuhi detritus—sampah, termasuk bangkai yang sudah terurai—mengambang.
Baca Juga: Berteriak Saat Dikeroyok, Ormas Banten Robek Baju dan Ludahi Ipda Ishak
“Kawasan pantai itu telah dikunjungi oleh sejumlah warga Indonesia yang ingin berfoto selfie. Banyak dari mereka yang menempuh berjam-jam perjalanan hanya untuk berselfie agar semua orang tau mereka ada di lokasi tsunami,” tulis Jamie.
Solihat, perempuan berusia 40 tahun, mengakui kepada Jamie merupakan salah satu dari selfie-seekers. Solihat rela menempuh perjalanan selama dua jam dari tempat tinggalnya di Cilegon.
Ibu-ibu itu menuturkan, ia bersama kelompk pengajian Cilegon untuk memberikan sumbangan berupa pakaian untuk korban tsunami.
"Kami berfoto untuk diunggah ke Facebook, sebagai bukti bahwa kami benar-benar di sini dan memberikan bantuan," kata Solihat kepada Jamie.
Namun, Solihat memprotes tatkala dinilai tak baik berfoto selfie di kawasan bencana. Solihat mengakui, banyak orang yang menilai selfie di tempat bencana sebagai ketololan.
Tapi bagi dirinya, seperti yang diakui Solihat kepada Jamie, berfoto selfie di lokasi bencana justru untuk membuat orang lain bisa bersyukur.
"Ketika orang melihat foto-foto kehancuran ini, maka mereka akan menyadari merupakan orang beruntung, karena ada di tempat yang lebih baik. Ini mengingatkan orang untuk bersyukur. Lagipula, foto kehancuran akibat bencana akan mendapatkan banyak like,” tutur Solihat.
Sejak Sabtu kelabu, banyak mayat korban tsunami terhanyut di pantai dan jalan-jalan Provinsi Banten. Tempat-tempat itulah yang menjadi lokasi selfie banyak orang.
Alhasil tedapat fenomena kontras, tatkala kendaraan-kendaraan tim SAR dan regu-regu penyelamat dari warga sipil berseliweran, melewati orang-orang yang selfie.
Jamie lantas bertanya kepada Solihat, apakah pantas berfoto selfie di lokasi yang besar kemungkinan masih ada mayat belum ditemukan?
“Itu tergantung pada niat Anda. Jika Anda mengambil selfie untuk pamer, maka jangan lakukan itu. Tetapi jika Anda melakukannya untuk berbagi kesedihan dengan orang lain, tidak apa-apa."
Namun, Jamie mencatat pernyataan Solihat itu berbanding terbalik dengan perilaku orang-orang yang datang untuk sekadar berfoto selfie.
“Tidak banyak orang-orang yang selfie sembari menunjukkan pose sedih,” kata Jamie.
Bahkan, Jamie mengakui pernah melihat perempuan yang berpakaian ala tentara, menghabiskan waktu selama setengah jam mencari tempat untuk berpose di tengah puing-puing bangunan dan masih digenangi air setinggi lutut.
Perempuan berpakaian ala militer itu akhirnya asyik berfoto selfie di dekat mobil SUV hancur di tengah lapangan.
Bahrudin, lelaki berusia 40 tahun pemilik mobil itu, menyatakan kekesalannya terhadap wisatawan yang berselfie di lokasi bencana.
Berdiri di dalam air dengan sepasang sepatu bot kuning, Bahrudin berulang kali mengucapkan kata "sangat kesal, kecewa", ketika ditanya Jamie apa pendapatnya tentang wisatawan selfie-seekers.
Valentina Anastasia, gadis berusia 18 tahun asal Jawa Tengah, mengakui tidak kecewa terhadap keputusannya untuk pergi dari Jakarta, menghabiskan tiga jam perjalanan memakai mobil, guna berlibur ke lokasi bencana tsunami di Banten.
"Saya ingin melihat kehancuran akibat tusnami, dan orang-orang yang terkena dampak," katanya.
Ketika ditanya Jamie berapa banyak foto narsis yang dia ambil di daerah itu, Anastasia tertawa terbahak-bahak.
"Banyak! Untuk media-media sosial, grup WhatsApp ... " tutur Anatasia sembari menggulirkan banyak foto selfie di ponselnya.