Suara.com - Sebanyak 22 buoy atau alat pendeteksi tsunami yang tersebar di perairan Indonesia sudah tidak berfungsi. Sebab, kebanyakan buoy yang diletakkan di tengah laut itu disebut sering dicuri nelayan.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sejak 2012 lalu ke-22 buoy yang dimiliki oleh Indonesia sudah tidak berfungsi lagi. Sehingga, pemerintah tidak dapat memberikan peringatan dini terjadinya tsunami.
"Ada 22 buoy tsunami yang dibangun Indonesia, sejak 2012 sampai sekarang tidak beroperasi," kata Sutopo dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).
Selain itu, ia menjebut seluruh buoy yang dimiliki pemerintah sudah tidak berfungsi lagi karena sering mengalami kerusakan. Tidak memiliki anggaran menjadi alasan dalam perawatan buoy.
Baca Juga: Cara Lucu Pembaca Suara.com Sambut Seruan Jihad Harta Neno Warisman
Sensor dalam buoy, kata Sutopo, dilirik nelayan karena harga jualnya cukup mahal.
"Banyak yang rusak, ada yang sensor diambil untuk dijual, ada yang diikat buat tambat kapal saat mencari ikan, biaya maintenance juga ngbak ada sehingga pemeliharaan nggak ada," ungkap Sutopo.
Akibatnya, saat tsunami di Selat Sunda menerjang pesisir Pandeglang dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12/2018) malam warga tidak memiliki waktu untuk melakukan evakuasi. Pasalnya, tidak ada peringatan dini akan adanya bencana tsunami yang disebabkan longsoran Gunung Anak Krakatau.
Merujuk pada pembaharuan data dari BNPB per Selasa (25/12/2018) pukul 13.00 WIB, tercatat sebanyak 429 orang meninggal dunia, 1.485 orang mengalami luka-luka, 154 orang dinyatakan hilang dan 16.082 orang mengungsi.
Baca Juga: Sebelum Mangkat, Istri Ifan Seventeen Hadiri Acara Kubu Prabowo-Sandiaga