Suara.com - Bencana tsunami di Selat Sunda, Sabtu (22/12) akhir pekan lalu, telah memorakporandakan sebagian pesisir wilayah Banten dan Lampung. Sampai Senin (24/12/2018) pukul 07.00 WIB, tsunami telah menewaskan 281 orang.
Tsunami yang terjadi di perairan Selat Sunda yang menjadi jalur utama menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera itu bukan kali pertama terjadi.
Dalam Jurnal Geologi Indonesia Volume III 4 Desember 2008 berjudul "Tsunamigenik di Selat Sunda: Kajian Terhadap Katalog Tsunami Soloviev" yang ditulis oleh Yudhicara dan K Budiono, telah terjadi 11 kali tsunami di kawasan tersebut.
Kesebelas tsunami itu terjadi sejak tahun 416 hingga 1958, dan disebabkan sejumlah faktor, baik pergeseran lempeng maupun aktivitas Gunung Api yag menjadi cikal bakal Gunung Krakatau .
Baca Juga: Perangi Match Fixing, PSSI Segera Agendakan Pertemuan dengan Polri dan FIFA
”Tsunami yang terjadi akibat erupsi gunung api bawah laut Krakatau terjadi pada tahun 416, 1883, dan 1928. Kemudian dari faktor gempa bumi terjadi 1722, 1852, dan 1958,” tulis Yudhicara dan Budiono dalam artikel ilmiah tersebut.
Penyebab lainnya seperti diduga akibat kegagalan lahan berupa longsoran, baik di kawasan pantai maupun di dasar laut terjadi pada tahun 1851, 1883, dan 1889.
Sementara yang terbaru pada Sabtu (22/12) akhir pekan lalu, gelombang tinggi yang diklaim sebagai tsunami masih dicari penyebabnya. Dugaan awal, gelombang tinggi tersebut berasal dari longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau .
Sepanjang sejarah letusan, busur gunung api bawah laut Krakatau telah mengalami empat tahap pembangunan dan tiga tahap penghancuran.
Kondisi geologi dasar laut Selat Sunda tergolong labil, hal ini disebabkan oleh perkembangan struktur geologi aktif yang membentuk terban. Terban ini berpotensi menimbulkan longsor akibat gempa bumi.
Baca Juga: Anies Terpukau dengan Keindahan Gereja St Andreas Kim Taegon di Jakut
Jejak sejarah letusan hingga menyebabkan tsunami terjadi pada tahun 1883. Letusan Gunung Krakatau itu menarik perhatian dunia, karena material yang dikeluarkan menyebabkan tsunami di Sumatera baguan selatan dan Jawa Barat bagian barat.
"Sedikitnya 36.000 jiwa meninggal dunia akibat letusan dan gelombang tsunami," tulis jurnal tersebut.
Sedangkan dalam “A Catalogue of Tsunamis on the Western Shore of the Pacific Ocean” (Moskow; 1974) yang ditulis oleh Soloviev dan Go (1974), merekam beberapa catatan kejadian tsunami di Selat Sunda.
Tahun 416
Paling mula tsunami terjadi tahun 416, dan tercatat dalam ”Book of Kings” (Pustaka Radja). Dalam kitab itu tercatat ada beberapa kali erupsi Gunung Kapi yang menyebabkan naiknya gelombang laut, dan menggenangi daratan sehingga memisahkan Pulau Sumatera dan Jawa. Gunung Kapi adalah cikal bakal Gunung Krakatau dan Gunung Anak Krakatau yang ada hingga kekinian.
Oktober 1722
Pada pukul 08.00 WIB terjadi gempa bumi kuat di laut yang dirasakan di Jakarta dan menyebabkan air laut naik seperti air mendidih.
24 Agustus 1757
Pukul 02.00 WIB, gempa bumi yang kuat dirasakan di Jakarta kurang lebih selama 5 menit. Pada 02.05 WIB, selama goncangan yang terkuat, angin dirasakan berasal dari timur laut. Air sungai Ciliwung meluap naik hingga 0,5 meter dan membanjiri Kota Jakarta
4 Mei 1851
Di Teluk Betung, di dalam Teluk Lampung di pantai selatan pulau Sumatera, teramati gelombang pasang naik 1,5 m di atas air pasang biasanya.
9 Januari 1852
Pukul 18.00 WIB, dirasakan gempa bumi yang menyebar dari bagian barat Jawa hingga bagian selatan Sumatera, dirasakan juga di Jakarta, dan gempa-gempa susulannya dirasakan pula di Bogor dan Serang. Pada 20.00 WIB terjadi fluktuasi air laut yang tidak seperti biasanya.
27 Agustus 1883
Pukul 10.02 WIB, terjadi erupsi yang sangat dahsyat dari gunung api Krakatau yang diikuti oleh gelombang tsunami. Ketinggian tsunami maksimum teramati di Selat Sunda hingga 30 meter di atas permukaan laut, 4 meter di pantai selatan Sumatera, 2-2,5 m di pantai utara dan selatan Jawa, 1,5-1 m di Samudera Pasifik hingga ke Amerika Selatan.
Di Indonesia sebanyak 36.000 orang meninggal dunia. 7. 10 Oktober 1883, di Cikawung di Pantai Teluk Selamat Datang, teramati gelombang laut yang membanjiri pantai sejauh 75 meter.
Februari 1884
Lima bulan setelah kejadian erupsi Gunung api Krakatau, tsunami kecil teramati di sekitar Selat Sunda yang diakibatkan oleh suatu erupsi gunung api.
Agustus 1889
Terjadi kenaikan permukaan air laut yang tidak wajar di Anyer, Jawa Barat.
26 Maret 1928
Kejadian erupsi gunung api Krakatau diiringi oleh kenaikan gelombang laut yang teramati di beberapa tempat di sekitar wilayah gunungapi.
22 April 1958
Pukul 5:40, dirasakan gempa bumi di Bengkulu, Palembang, Teluk Banten dan Banten yang diiringi dengan kenaikan permukaan air laut yang meningkat secara berangsur.
22 Desember 2018
Pesisir Selat Sunda terkena dampak gelombang besar yakni di Banten dan Lampung. Belum diketahui penyebab gelombang tersebut, namun dugaan awal berasal dari longsoran tubuh anak Krakatau yang masuk ke kolom air laut.