Suara.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawan mengaku alasan tak ada peringatan dini saat peristiwa tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) malam karena tak terdeteksi alat. Dwikorita menyebutkan, jika BMKG tak memiliki alat untuk mendeteksi gempa tektonik.
"Jadi dari alat tidak terpantau apa yang ada di BMKG karena tidak ada gempa tektonik," ungkap Dwikorita di Gedung BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
Dia mengklaim tsunami yang terjadi di kawasan Banten dan Lampung Selatan karena akibat gempa vulkanik. Pemicu tsunami itu, kata dia karena terjadi longsor anak gunung Krakatau.
Dwikorita pun menegaskan alat yang dimiliki oleh BMKG untuk peringatan Tsunami di Selat Sunda berfungsi bila memang terjadi gempa tektonik.
Baca Juga: Begini Kondisi Villa Stephanie Sebelum Diporak-porandakan Tsunami
"Dengan ada gempa tektonik kami bisa berikan peringatan dini maksimum lima menit apakah itu berpotensi tsunami atau tidak," tutup Dwikorita
Berdasarkan data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Senin (24/12/2018) sekitar Pukul 07.00 WIB, tercatat 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang saat terjadi tsunami. Akibat bencana alam itu, sebanyak 11.687 orang telah mengungsi.
Adapun kerusakan fisik yang diakibatkan tsunami di antaranya yakni 611 unit rumah, 69 unit hotel, 60 warung, dan 420 perahu.