Cerita Usamah Hisyam Lobi Jokowi untuk Rizieq sampai Prabowo Tinju Meja

Kamis, 20 Desember 2018 | 13:53 WIB
Cerita Usamah Hisyam Lobi Jokowi untuk Rizieq sampai Prabowo Tinju Meja
Joko Widodo. (Suara.com/Somad)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dalam mukadimah, Amien Rais menjelaskan, tak ada pilihan lain, arah dukungan PA 212 kepada Prabowo Subianto, yang malam harinya akan dihadirkan di forum penasehat tersebut, bersama para Sekjen partai-partai Koalisi. Alasannya, Prabowo pemilik kursi terbesar rencana parpol koalisi, Prabowo dapat mempersatukan parpol koalisi, dan Prabowo memiliki modal 60 juta suara Pilpres 2014, sehingga diyakini dapat mengalahkan incumbant.

Menjelang sesi pertama berakhir, setelah para anggota wanhat memberikan masukan, saya pun ikut menyampaikan pandangan. “Mohon maaf, saya bukan kiai, saya bukan ulama, tetapi saya tokoh aktivis pergerakan Islam. Insya Allah saya berusaha mengamalkan setiap ayat yang saya pahami,” ujar saya.

Suasana hening. Seluruh tokoh dan ulama mencermati dengan seksama, kata demi kata yang saya sampaikan.

“Karena itu, sebelum kita menyampaikan rekomendasi PA 212 ke forum ijtima ulama pekan depan, saya mohon para kiai membahas dulu tafsir terhadap ‘pemimpin muslim’ yang harus diperjuangkan di dalam tafsir Al-Maidah 51, apakah pemimpin muslim minimalis atau pemimpin muslim kaffah? Kalau pemimpin muslim kaffah, setidaknya kita harus tahu persis bahwa calon pemimpin harus bisa menjadi imam shalat, dia harus fasih membaca Al-Fatihah serta surat-surat pendek dalam Juz ’Amma, dia harus bisa mengaji. Karena negara kita mayoritas penduduknya muslim, jadi seorang Presiden harus bisa menjadi imam.”

Baca Juga: Prediksi Indonesia Punah, Relawan Jokowi: Emang Prabowo Tuhan?

Seluruh Dewan Penasihat PA 212 tercengang, terdiam menyimak kata demi kata yang saya sampaikan.

“Mohon maaf para ulama, saya pertanyakan ini, karena pekan depan yang kita hadapi adalah ijtima’ ulama, bukan ijtima’ politisi. Ijtima’ ulama ini sangat sakral. Pendekatannya harus sungguh-sungguh mengacu pada nilai-nilai syariat. Karena ijtima’ ulama ini akan menjadi benchmark sampai 500 tahun ke depan dan seterusnya, bagi generasi muslim. Akan menjadi acuan dalam membangun kesepakatan untuk memilih figur pemimpin yang memenuhi standar Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam menentukan figur pemimpin yang islami.”

Semua terdiam. Sejumlah ulama saling menatap. Seakan memberikan isyarat agar pembicaraan saya di setop. Tetapi saya tak peduli.

“Bagi saya ini sangat prinsipil. Bagaimana mungkin setiap hari kita berteriak memperjuangkan penerapan syariat Islam di negeri ini, sementara figur pemimpin yang akan diusung dan diperjuangkan sama sekali tidak mencerminkan figur yang memenuhi standar nilai-nilai syar’i. Mohon kita bahas dulu masalah ini,” pinta saya melanjutkan.

“Karena itu, seharusnya pertimbangan utama kita bukan pada dukungan kendaraan politiknya, bukan pertimbangan kalah menangnya, bukan itu. Tetapi, tetapkan dulu figur pemimpin yang memenuhi standar syariat, umumkan, baru kita kondisikan bersama-sama. Soal kendaraan politik, dan juga soal kalah menang, itu urusan Allah subhanahu wa ta’ala. Bukan urusan kita. Bila kita sudah menentukan figur yang islami, kita sudah berdoa, berjuang, lantas kalah, berarti Allah subhanahu wa ta’ala belum menakdirkan kandidat kita menang. Karena Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Allah subhanahu wa ta’ala telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan melaksanakan amal salih, akan diberikan kekuasaan di muka bumi. (QS. 24:55) Jadi, ingat, yang akan diberikan kekuasaan adalah orang yang beriman.”

Baca Juga: Tim Prabowo Komentar Usul Jokowi Tanam Pete dan Jengkol: Nggak Masuk Akal

“Dengan demikian, kita tak boleh menggunakan standar ganda. Satu sisi berteriak syariat Islam, teriak pemimpin harus dipilih melalui ijtima’ ulama, pada sisi lain standar yang digunakan standar ijtima’ politisi, yang diperhitungkan semata-mata kalah menang, dapat gak dukungan partai koalisi. Padahal sesungguhnya PA 212 memiliki bargaining position yang lebih kuat untuk mengendalikan koalisi partai politik, bilamana lebih menyandarkan keyakinannya dengan memohon pertolongan dan ridha Allah subhanahu wa ta’ala.”

Belum sempat masalah tersebut didiskusikan, masuk adzan Maghrib. Pimpinan rapat Amien Rais skorsing pertemuan untuk istirahat, sholat, makan (ishoma). Di sela-sela ishoma, terjadi perbincangan dengan sejumlah ulama. Sama dengan KH Misbachul Anam, saya tetap konsisten hendak memperjuangkan HRS sebagai rekomendasi utama 212 sebagai capres menuju ijtima’ ulama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI