Yang Aneh dalam Insiden Pemotongan Nisan Salib di Makam Slamet

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 18 Desember 2018 | 20:07 WIB
Yang Aneh dalam Insiden Pemotongan Nisan Salib di Makam Slamet
Lambang salib yang terpancang di makam warga bernama Albertus Slamet Sugiardi di Pemakaman Jambon, RT53/RW13 Kelurahan Purbayan, Kotagede, hanya berbentuk huruf “T” setelah terpaksa dipotong. [Iwan Kamah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus intoleransi kembali terjadi di wilayah Yogyakarta. Nisan salib di makam Albertus Slamet Sugihardi (60), warga Purbayan Kotagede, dipotong oleh warga dengan alasan adanya kesepakatan warga kampung.

Pemotongan salib di tempat pemakaman umum (TPU) tersebut terjadi pada Senin (17/12/2018) sekitar pukul 14.00 WIB.

Banyak pihak menyayangkan peristiwa tersebut terjadi. Apalagi terjadi di kota Yogyakarta yang diklaim sebagai kota kuat menjunjung toleransi beragama.

Peristiwa itu bermula ketika Slamet Sugihardi dinyatakan meninggal dunia. Sebelum meninggal, Slamet lebih dulu mendapat perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Baca Juga: Top 3: Kepergok Bawa Kondom dan Pelumas, Rumah Artis Dilempari Batu

Albertus Sunarto Humas Gereja Santo Paulus Pringgolayan Banguntapan, Bantul mengatakan, Slamet dirawat di PKU setelah tersedak makanan sekitar pukul 08.00 WIB. Kematiannya dinilai mendadak.

Salib nisan makam Albertus Slamet Sugiardi, warga Kelurahan Purbayan, Kotagede, Yogyakarta, terpaksa dipotong pada bagian atas sehingga menyerupai huruf T, sebagai syarat dimakamkan di kompleks TPU setempat. [Suara.com/Abdus Somad]
Salib nisan makam Albertus Slamet Sugiardi, warga Kelurahan Purbayan, Kotagede, Yogyakarta, terpaksa dipotong pada bagian atas sehingga menyerupai huruf T, sebagai syarat dimakamkan di kompleks TPU setempat. [Suara.com/Abdus Somad]

“Nyawanya tidak tertolong. Kemudian dirembuk rencana pemakaman. Setelah ada kesepakatan dengan warga setempat, Pak Slamet dimakamkan di makam kampung [TPU Jambon] yang tidak jauh dari kediamannya,” kata Albertus Sunarto.

Kebetulan, Slamet salah satu anggota jemaat gereja tersebut, sehingga Narto juga ikut mengurus proses pemakaman.

Dia juga berembuk dengan salah seorang sesepuh warga, Bejo Mulyono, agar Slamet bisa dimakamkan di TPU Jambon. Di TPU tersebut meski bukan TPU khusus Muslim tetapi digunakan oleh mayoritas muslimin.

“Awalnya tidak ada masalah. Karena itu makam kampung, siapa saja bisa dimakamkan di sana. Sampai akhirnya sekitar pukul 13.00, ada semacam reaksi dari warga kampung. Mereka tidak membolehkan Slamet di makamkan di tengah pemakaman tetapi di bagian pinggir. Oke, tidak ada masalah,” kata Narto.

Baca Juga: Bayar PSK Pakai Uang yang Dicetak di Warnet, Haryadi Dibekuk

Pusaran yang awalnya berada di tengah, kemudian diganti ke pinggiran. Sebelum dikebumikan, ada permintaan lagi dari warga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI