Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan Indonesia tak menutup kemungkinan untuk melakukan pendekatan militer untuk berantas kelompok bersenjata dalam kasus penembakan di Trans Papua beberapa waktu lalu. Organiasi Papua Merdeka mengaku menjadi dalang dalam penembakan itu.
Wiranto mengatakan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah kompromi dalam menyelesaikan keberadaan OPM di Papua. Sebanyak 31 pekerja di daerah Nduga, Papua tewas, Minggu (2/12/2018).
"Kami tidak pernah kompromi karena tidak setara dengan kelompok tersebut," kata Wiranto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Wiranto mengatakan pandangan pemerintah tidak menempatkan setara terhadap kelompok yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah juga tidak memandang mereka adalah orang khilaf dan tersesat.
Baca Juga: Usai Penembakan OPM, TNI Berniat Ambil Alih Proyek Trans Papua
Menurut dia, Indonesia sebagai negara demokratis akan menerima mereka kembali apabila telah sadar dan mengakui selama ini telah tersesat.
"Indonesia sebagai negara demokrasi akan menerima mereka kalau telah sadar, namun tidak ada negosiasi dalam proses ini," ujarnya.
Wiranto mengatakan terbuka peluang bagi pemerintah Indonesia untuk menggunakan pendekatan militer dalam memberantas KKB di Papua. Menurut dia hukum internasional memperbolehkan penggunaan senjata kalau ada kelompok yang melawan pemerintah dengan menggunakan senjata.
Dia menilai kelompok bersenjata yang membunuhi masyarakat tidak berdosa, tidak bisa dilawan hanya langkah persuasif dengan menggunakan kata-kata.
"Ini sudah berlangsung lama. Saya pernah menangani kelompok di Aceh, Kalimantan dan Papua, mereka ketika memegang senjata merasa hebat," tuturnya.
Baca Juga: Surat TPNPB-OPM Untuk Jokowi: Setop Trans Papua, Hak Kami untuk Merdeka
Menurut dia, aktivis HAM harus adil melihat dan menilai persoalan di Papua karena jangan sampai KKB yang telah membunuh masyarakat yang sedang membangun di Papua tidak dikatakan pelanggaran HAM.