Grace Natalie Larang Poligami, Caleg PSI Ancam Mundur

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 14 Desember 2018 | 14:35 WIB
Grace Natalie Larang Poligami, Caleg PSI Ancam Mundur
Ketua Umum PSI, Grace Natalie (suara.com/Kurniawan Mas'ud)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nadir Amir, Ketua DPC Partai Solidaritas Indonesia Kecamatan Cina, Kabupaten Bone, mengancam mengundurkan diri karena tak menyetujui program DPP PSI yang bakal memperjuangkan undang-undang antipoligami.

Tak hanya itu, Nadir Amir menyatakan mengundurkan diri karena DPP PSI menginstruksikan seluruh kadernya untuk tidak berpoligami.

"Saya terganggu atas larangan poligami itu. Bukan saya mau poligami, tapi tidak menyukai adanya aturan pelarangan poligami kepada kader-kader PSI,” kata Nadir Amir seperti diberitakan Covesia—jaringan Suara.com, Jumat (14/12/2018).

Ia beralasan, poligami adalah urusan pribadi orang per orang, sehingga seharusnya partai tidak ikut campur.

Baca Juga: Megawati Meninggal Dunia Bersama Keponakan, Tenggak Racun

Selain itu, Nadir menilai poligami dibolehkan oleh ajaran agama yang dianutnya, sehingga PSI tak bisa melarang.

”Karena itulah, saya akan mundur dari ketua DPC dan bakal berimbas pada status saya sebagai caleg,” jelasnya.

Ketua Umum PSI Grace Natalie sebelumnya menegaskan, bakal memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif hingga aparatur sipil negara (ASN).

"PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami," ujar Grace dalam pidato politiknya pada Festival 11 di Surabaya, Selasa (11/12/2018) malam.

Ia menegaskan, akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang membolehkan poligami.

Baca Juga: Cedera Leher, Kevin / Marcus WO dari BWF World Tour Finals 2018

Riset LBH APIK tentang poligami, kata dia, menyimpulkan bahwa pada umumnya praktik poligami menyebabkan ketidakadilan, termasuk menyakiti perempuan anak yang ditelantarkan.

"PSI tidak ingin negara secara tidak langsung melanggengkan ketidakadilan terhadap perempuan, dan kami percaya perjuangan keadilan dan penghapusan diskriminasi harus dimulai dari keluarga, dari rumah," ucapnya seperti diberitakan Antara.

Sementara itu, perjuangan revisi atas UU 1/1974 menjadi satu dari sejumlah langkah yang dilakukan PSI jika lolos ke parlemen hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019.

Langkah lainnya, lanjut dia, PSI akan memperjuangkan agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah dua tahun berhenti di DPR segera disahkan.

Itu agar RUU tersebut menjadi payung hukum untuk melindungi dan memberikan bantuan ketika perempuan menjadi korban kekerasan.

Selain itu, PSI akan mendukung kenaikan batas usia pernikahan menjadi 18 tahun, mendorong aturan yang memudahkan perempuan untuk bekerja dengan mengalokasikan anggaran negara mendirikan tempat-tempat penitipan anak.

"Perlu ada opsi pemberlakuan jam kerja fleksibel sesuai kebutuhan perempuan. Mendorong model bekerja dari rumah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi agar perempuan Indonesia tetap produktif," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI