Suara.com - Konflik bersenjata antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di lokasi pembangunan jembatan jalan Trans Papua ruas Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Minggu dan Senin (2-3/12) awal pekan lalu, menimbulkan korban jiwa yang tak sedikit.
Dalam pertempuran tersebut, sedikitnya 20 orang tewas. Setelah penyerangan itu, ketika TNI menyeruak masuk ke wilayah Yigi dan Mbua, TPNPB/Organisasi Papua Merdeka mengklaim 6 warga sipil Jadi korban.
Dua di antaranya adalah aparat Desa Kunjongdumu dan Desa Wuridlak, tewas di tempat. Sementara 4 lainnya dalam keadaan kritis.
Juru Bicara Komando Nasional TPNPB-OPM Sebby Sambom, Selasa (11/12/2018), mengatakan, konflik bersenjata di daerah tersebut disebabkan pemerintah Indonesia tak memahami keinginan rakyat Papua.
Baca Juga: Depak Javier Calleja, Villarreal Tunjuk Luis Garcia sebagai Pelatih Anyar
”Pemerintah Indonesia dengan presidennya Jokowi, harus memahami, keinginan rakyat Papua adalah mendapatkan hak politik penentuan nasib sendiri, self determination, seperti yang didapatkan rakyat Indonesia semasa melawan penjajahan Belanda,” kata Sebby.
Karenanya, Sebby mengatakan program-program pembangunan alias developmentalisme yang diterapkan sejak era Orde Baru hingga Jokowi di tanah Papua adalah kesia-siaan.
Pasalnya, kata Sebby, seluruh program pembangunan yang bertumpu pada pembuatan infrastruktur tersebut bukan solusi atas persoalan perampasan tanah, hak sosial kebudayaan, dan politik bangsa Papua.
Terkait konflik bersenjata di Nduga dan banyak daerah Papua lainnya, TPNPB-OPM, Selasa, menyebar surat terbuka yang diteken Panglima Tinggi Kepala Staf Umum TPNPB Mayor Jenderal Teryanus Satto, dan ditujukan kepada Presiden Jokowi.
Berikut surat terbuka TPNPB-OPM yang diterima Suara.com:
Baca Juga: Supermodel Dunia Ini Jadi Gelandangan, Kisahnya Miris Banget
Yang Terhormat,