Suara.com - Ratusan pekerja seks atau PSK meminta DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur mendukungnya untuk menunda penutupan lokalisasi Karang Dempel, Kecamatan Alak, Kota Kupang. DPRD NTT diminta bicara ke pemerintah setempat.
Perwakilan para PSK yang juga koordinantor Blok Sederhana, Sri Utami mengatakan ada 130 pekerjsa seks mencari nafkah di lokalisasi Karang Dempel, Tenau Kupang. Mereka meminta penundaan penutupan lokalisasi KD pada 1 Januari 2019.
Penghuni lokalisasi Karang Dempel yang menghuni empat blok yaitu blok Sederhana, Bukit Indah, Gading dan Citro tidak menolak terhadap rencana pemerintah menutup kawasan prostitusi itu.
"Kami tidak menolak terhadap rencana penutupan karena sudah merupakan program pemerintah, namun tidak dilakukan secara mendadak. Kami minta penutupan ditunda hingga tahun 2020 setelah kami memiliki keuangan yang memadai," kata Sri Utami.
Baca Juga: DPR Minta LPSK Maksimal Lindungi Keselamatan Saksi dan Korban
Penundaan penutupan lokalisisi KD akan berdampak pada kehilangan pendapatan ekonomi keluarga para PSK.
"Kami yang bekerja di KD merupakan tulang pungung keluarga. Kami bisa membiayai kebutuhan keluarga dari pekerjaan kami selama ini. Kami masih ada tangungan anak sekolah di Jawa," kata Sri.
Apabila penutupan lokalisasi KD dilakukan pada 1 Januari 2018 dapat berdampak pada anak-anak mereka yang terancam putus sekolah karena ketiadaan biaya pendidikan. Anak-anak itu dibiayai dari penghasilan mereka sebagai pekerja seks.
"Anak kami bisa berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya pendidikan," kata Sri.
Ia mengatakan, Pemerintah Kota Kupang sudah pernah melakukan sosialisasi terkait rencana penutupan lokalisasi terbesar di daerah itu.
Baca Juga: Lokalisasi Karang Dempel Mau Ditutup, Pemkot Kupang Bantu Modal Usaha PSK
"Kami minta penutupan ditunda dalam kurun waktu satu atau dua tahun ke depan," kata Sri.
Sri mengaku kecewa terhadap DPRD NTT yang tidak responsif terhadap kehadiran ratusan PSK ke DPRD NTT untuk menyampaikan aspirasinya.
"Mungkin karena kami ini rakyat kecil yang tidak memiliki arti apa-apa sehingga aspirasi kami kurang diperhatikan para anggota DPR. Tidak satupun anggota DPRD NTT yang datang menemui kami," kata Sri dengan nada kecewa. (Antara)