Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro sebagai tersangka terkait kasus dugaan pengadaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.
Selain Djoko, penyidik KPK juga menetapkan pihak swasta Andririni Yaktiningsasi sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
"Penyidik menaikan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu DS (Djoko Saputro) dan AY (Andririni Yaktiningsasi)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam konferensi Pers, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (7/12/2018).
Febri menerangkan kasus ini berawal sejak Djoko diangkat menjadi Dirut pada tahun 2016 dan memerintahkan untuk melakukan alokasi anggaran.
Baca Juga: Praktis Banget, Bisa Pesan Make Up Artist Hingga Sulam Alis Di Aplikasi Ini
"Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadl Rp 9,55 miliar," ujar Febri
Nilai anggaran dalam perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3.82 miliar. Sedangkan, perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan mencapai Rp5.73 miliar
"Jadi, perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan bank dan unit Iain dan tidak sesuai aturan yang berlaku," ungkap Febri
Ketika dilakukan revisi anggaran, Djoko memerintahkan Andririni menjadi pelaksana pada kegiatan. Dalam dua kegiatan tersebut diduga Andririni menggunakan perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT. 2001 Pangripta.
Kedua perusahaan tersebut mendapat realisasi pembayaran pada tanggal 31 Desember 2017 sebesar Rp5.564.413.800.
Baca Juga: Agni Masih Kecewa Meski UGM Sudah Akui dan Minta Maaf Dia Diperkosa
"Dari kegiatan itu, Andririni dan Djoko diduga mencantumkan nama para ahli di dalam kontrak hanya sebagai formalitas untuk memenuhi syarat administrasi lelang," ujar Febri
Febri menilai Djoko mendapatkan keuntungan pribadi dari dua kegiatan proyek tersebut. Dimana menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
"Kerugian keuangan negara setidak-tidaknya adalah Rp3,6miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima AY dan Djoko dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66% dari pembayaran yang telah diterima,"tutup Febri
Untuk itu Djoko dan Andririni disangkakan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.