Suara.com - Komite Pemilih Indonesia (TePI) menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak profesional dan objektif dalam menangani perkara dugaan pelanggaran Pemilu, terkait Reuni Akbar 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (2/12). TePI menyayangkan Bawaslu cepat menyimpulkan acara tersebut tidak melanggar.
“Saya menyesalkan penilaian Bawaslu secara terburu-buru, apalagi penilaian berdasarkan hasil pantauan dari media sebagai data sekunder, bukan primer," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw dalam sebuah diskusi di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/12/2018).
Jeirry menganggap keputusan Bawaslu yang menyebut tidak ada pelanggaran terkait reuni 212 terlalu buru-buru tanpa disertai kajian.
"Sehingga akhir-akhir ini Bawaslu dinilai masuk angin,” kata kata
Baca Juga: Jadi Pabrik Sabu, Rumah di Samarinda Digerebek Polisi
Menurut Jeirry, aksi Reuni 212 ada unsur kampanye mendukung salah satu pasangan capres dan cawapres. Sementara kampanye dengan bentuk penggalangan massa besar di tempat umum aturannya baru dibolehkan 3 pekan menjelang masa tenang, diluar itu dianggap melanggar dan hukumannya.
"Gerakan politik yang diinisiasi oleh masyarakat sah-sah saja. Namun, dalam konteks Pemilu ada aturannya, rapat umum baru 21 hari jelang masa tenang,” ujar dia.
Dia menambahkan, dalam aksi Reuni 212 itu terlihat jelas agama digunakan sebagai alat untuk memobilisasi dukungan politik.
“Ini secara tidak langsung mau mengarahkan pilihan dalam Pilpres 2019. Sebab bagi mereka tidak ada cara lain untuk menang selain menggunakan isu agama,” kata dia.
Baca Juga: Tergerus Online, Pedagang Aksesori Natal di Pasar Asemka Sepi