Suara.com - Anggota Direktorat Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Ferdinan Hutahaean hanya bisa tersenyum saat mendengar Presiden Joko Widodo atau Jokowi membela diri soal korupsi di Indonesia dengan menggunakan data. Ferdinan mempertanyakan pemahaman Jokowi atas data yang digunakan.
"Saya hanya bisa tersenyum membaca statement Jokowi ini. Saya jadi bertanya, kira-kira Jokowi ngerti nggak dengan Indeks Persepsi Korupsi itu?," kata Ferdinand kepada Suara.com, Selasa (4/12/2018).
Ferdinand menganggap pernyataannya tersebut didasari oleh penilaiannya terhadap pencapaian pemerintah terkait dengan pemberantasan korupsi yang dinilainya malah stagnan sejak pemerintahan Presiden ke-5 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Politikus Partai Demokrat ini kemudian menyebut kalau zaman kepemimpinan SBY, Indonesia mendapatkan indeks penilaian sebesar 32 poin.
Baca Juga: Kubu Tommy Soeharto Tuding Jaksa Agung Tak Baca Berkas Perkara
"Kalau Jokowi ngerti, harusnya Jokowi justru prihatin mengapa indeks ini buntu dan stagnan 2 tahun terakhir. Mengapa sekarang pertumbuhan scorenya buntu? Ini yang harus ditanya Jokowi kepada dirinya daripada meminta Prabowo bicara data," ujarnya.
Ferdinand membela ucapan Prabowo yang menyebut kalau praktik korupsi di Indonesia sudah mencapai stadium empat karena banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada masa kepemimpinan Jokowi. Dirinya pun menyebut kalau dari banyaknya pihak yang terkena OTT itu berasal dari PDIP.
"Hampir tiap minggu terjadi OTT dan didominasi PDIP yang menjadi partai Jokowi bernaung," katanya.
Oleh karena itu Ferdinand menilai kalau ucapan Prabowo itu sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan dan meminta Jokowi untuk memahaminya.
Selain itu Ferdinand mengaku curiga kalau Jokowi sedang menyembunyikan tingginya angka korupsi di Indonesia dengan menggunakan data ICP.
Baca Juga: Kasus Penembakan Diklaim Tak Ganggu Pembangunan Jalan Trans Papua
"Jadi apa yang disampaikan Prabowo adalah realitas, korupsi memang stadium akut, buktinya OTT marak. Ini yang harus dipahami Jokowi. Atau Jokowi sedang berusaha menutupi tingginya korupsi era pemerintahannya dengan bicara angka ICP?," pungkasnya.