Sebelum terjun di dunia prostitusi, ia pernah bekerja membantu menjaga minimarket. Pihak minimarket tersebut memperbolehkan Putri bekerja di sana, tetapi mereka memberikan syarat kepada agar tidak berpenampilan layaknya perempuan.
Putri menyanggupinya dan bekerja hampir setahun, tetapi kemudian ia dipecat karena banyak yang merasa risih terhadap keberadaannya. Ia mengakui gerak tubuh dan cara bicaranya tidak bisa sepenuhnya seperti laki-laki.
“Akhirnya saya dipecat,” ujar Putri, 26 tahun.
Ia bercerita saat kali pertama terjun di dunia prostitusi, melayani kencan saat ia masih berumur 21 tahun. Saat itu ia mematok harga Rp 100 ribu sekali kencan, tetapi sekarang tarifnya turun, hanya Rp 50 ribu untuk sekali kencan.
Baca Juga: Duh, Alexa Bisa Prediksi Kapan Pasangan Putus Lho!
Lima tahun lalu, pesaingnya belum banyak seperti sekarang, sehingga ia memutuskan untuk mengurangi tarif kencannya. Kondisi yang tak menentukan ini, membuat Putri pesimistis.
Ia berharap bisa lolos dari pekerjaan tersebut. Setahun terakhir ini, ia sedang menabung untuk modal membuka usaha kecil-kecilan. Ia bermimpi dapat membuka kedai sendiri.
Selain Lila dan Putri, masih ada banyak waria lain yang sebagian besar memilih pekerjaan tersebut. Putri yang juga sebagai anggota komunitas waria Batam.
Setahu dia, tak kurang ada 185 anggota dalam komunitas ini. Sebagian anggota memilih bekerja di salon ataupun bekerja di klub malam. Tetapi saat ini, anggotanya jarang kumpul, sehingga sulit untuk mengetahui jumlah angota komunitas mereka.
“Ketua kami juga sudah hilang kontak,” ujarnya.
Baca Juga: Bantah Stop Produksi Xenia, Daihatsu: Jumlahnya Terus Turun
Sulitnya para waria mendapatkan pekerjaan diakui oleh Pemerintah Kota Batam. Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan peluang kerja bagi transpuan di sektor formal, tertutup untuk mereka. Menurutnya negara hanya mengakui dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.