"Soeharto tidak pernah mengajarkan korupsi, justru sebaliknya di zamannya, jarang ada korupsi seperti saat ini," jelasnya.
Sebelumnya, Ahmad Basarah, politikus PDIP sekaligus Juru Bicara Capres dan Cawapres nomor urut 1 Jokowi – Maruf Amin, menyebut Soeharto adalah guru korupsi.
Cap tersebut disematkan Basarah terhadap Soeharto sebagai tanggapan ucapan kubu Capres dan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno yang menyebut korupsi di Indonesia sudah stadium 4 alias akut.
Soeharto sendiri adalah mantan mertua Capres Prabowo Subianto. Sejumlah anggota tim sukes Prabowo juga mengklaim, mantan Danjen Kopassus tersebut akan melanjutkan sejumlah program Soeharto kalau sukses menang dalam Pilpres 2019.
Baca Juga: Coba Tips Jitu Cegah Badan Pegal Linu Saat Bangun Tidur
Basarah menjelaskan, budaya korupsi justru dimulai saat pemerintahan Soeharto. TAP MPR nomor 11 tahun 1998 tentang pencanangan program pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme juga merupakan respons terhadap praktik korupsi Soeharto pada era awal reformasi.
"Jadi, guru dari korupsi indonesia sesuai TAP MPR nomor 11 tahun 1998 itu mantan presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertuanya Pak Prabowo," jelas Basarah di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Karena itu Basarah menilai ucapan Prabowo mengenai korupsi di Indonesia kekinian sudah stadium 4 tersebut malah memercikkan air ke wajah sendiri.
"Jadi ini adalah PR bangsa kita, yang sampai sekarang harus mencuci piring tradisi korupsi yang dilakukan pada zaman lalu, sehingga rakyat melakukan koreksi, akhirnya muncul era reformasi tahun 98," ujarnya.
Meskipun begitu, Basarah enggan dianggap mencari kambing hitam dalam budaya korupsi yang semakin merajalela di Indonesia. Basarah malah mengajak seluruh pihak untuk tetap konsentrasi memberantas korupsi.
Baca Juga: Lelaki Malang Trauma karena Tiga Kali Diperkosa Janda
Untuk diketahui, Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia sudah masuk darurat korupsi karena dari pejabat negara kalangan anggota dewan dan menteri hingga hakim tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).