Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut sejumlah perusahaan minyak dan gas (Migas) yang diduga memberikan uang gratifikasi kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, upaya pendalaman itu dilakukan menyusul munculnya fakta di persidangan terkait nama-nama petinggi perushaan migas terlibat memberikan dana kepada Eni
"Ya, tentu kami akan ditelusuri lebih lanjut (dugaan keterlibatan perusahaan minyak dan gas). Karena saat ini pembuktian gratifikasi fokus pada penerima, maka JPU akan lakukan pembuktian terlebih dahulu di sidang," kata Febri dikonfirmasi, Jumat (30/11/2018).
Untuk menelusuri dugaan ini, kata Febri KPK tinggal menunggu keterangan dari Eni yang kini sudah berstatus terdakwa dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Menguat, Gubernur BI : Alhamdulillah
"Itu nanti, terdakwa yang wajib buktikan penerimaan gratifikasi tersebut bukan suap," tutup Febri.
Sebelumnya, fakta baru mencuat ketika JPU KPK membacakan dakwaan kepada Eni Saragih terkait persidangan kasus suap proyek PLTU Riau di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).
Eni didakwa menerima uang suap Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura yang digunakan untuk membantu pencalonan suaminya, Al Khadziq pada Pilkada Bupati Temanggung 2018.
"Untuk seluruh uang hasil penerimaan atau gratifikasi tersebut telah digunakan oleh terdakwa untuk membiayai kegiatan Pilkada di Kabupaten Temanggung yang diikuti oleh suami terdakwa, yaitu Al Khadziq," kata Jaksa KPK Budhi Sarumpaet.
Gratifikasi yang diterima Eni berasal dari beberapa direktur perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Baca Juga: Mayat dalam Lemari, Tangisan Aneh Ciktuti Iin Puspita
Dalam pembacaan dakwaan, JPU pada KPK merinci Eni Saragih menerima uang suap yang berasal dari Direktur PT. Smelting, Prihadi Santoso senilai Rp250 juta.
Pemberian uang itu ditujukan agar Eni bisa membantu Prihadi untuk memfasilitasi PT. Smelting dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup agar dapat melakukan impor limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), yang akan diolah menjadi cover slag.
Sebagai imbalan karena sudah mempertemukan Prihadi dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup, Rosa Vivien Ratnawati. Prihadi lalu mentransfer uang sebesar Rp 250 juta lewat orang kepercayaan Eni Saragih.
Selain itu, Eni kembali mendapatkan uang suap yang berasal Direktur PT. One Connect Indonesia (OCI), Herwin Tanuwidjaja senilai Rp100 juta dan 40 ribu dollar singapura. Uang tersebut diberikan setelah Eni membantu Herwin terkait pengusuran impor limbah B3.
Kemudian, Eni kembali mendapatkan uang suap sebesar Rp 5 miliar yang diberikan bos PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan. Uang tersebut diberika sebagai pelicin agar Eni bisa membantu Samin mengurus permasalahan pemutusan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi tiga di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementeriaan ESDM.
Selanjutnya, Samin Tan memberikan uang tersebut secara tunai kepada staf ahli Eni, Tahta Maharaya. Kemudian, setelah uang diterima, Eni mengirimkan pesan WhatsAap kepada Samin Tan.
"Pak samin, kemarin saya terima dari Neni 4m.. terima kasih yg luar biasa ya..." kata Jaksa KPK, Lie saat membuka isi pesan Eni terkait percakapannya dengan Samin Tan.
Jaksa Lie menyebut Eni juga menerima uang dari Presiden Direktur PT. ISARGAS, Iswan Ibrahim senilai Rp 250 juta. Eni meminta uang untuk dibantu dalam pencalonan suaminya, maju dalam pilkada Bupati Temanggung.
Dalam kasus ini, Eni didakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.