Suara.com - Salah seorang pegiat antikekerasan terhadap perempuan, Anindya Restuviani dari Hollaback Jakarta menyoroti soal payung hukum untuk korban pelecehan di ruang publik.
"Selama ini kalau ada kasus pelecehan akan menggunakan KUHP yang masih mendiskualifikasi pengalaman korban. Untuk itu kita harus mendorong DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," kata Anindya, seperti dikutip dari Antara, Kamis (29/11/2018).
Untuk mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut, dibuatlah survei "Pelecehan Seksual di Ruang Publik" di change.org.
Survei tersebut menargetkan 25 ribu orang dari berbagai usia dan wilayah di Indonesia untuk menjadi responden. Hingga 27 November partisipan survei tersebut telah melampaui target yaitu sekitar 50 ribu orang.
Baca Juga: Satpam RH Sudah Lama Incar Wanita Jepang untuk Diperkosa
Hasil sementara menunjukkan 45 persen dari responden pernah mengalami pelecehan di ruang publik.
"Hal ini menunjukkan tidak adanya ruang aman bagi perempuan di ruang publik, namun sayangnya belum ada hukum yang mengatur hal tersebut," kata dia.
Survei akan ditutup dua minggu ke depan, hasil dari survei tersebut akan digunakan sebagai advokasi mempercepat pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah dikerjakan oleh koalisi masyarkat sipil sejak 2014, sejak 2017 RUU tersebut telah masuk ke dalam prolegnas di DPR dan menjadi RUU inisiatif DPR.
Namun sayangnya hingga kini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual belum juga disahkan.
Baca Juga: Wanita Jepang Diperkosa Satpam Apartemen Coral Sand Setiabudi