Suara.com - Komisi Penanggulangan AIDS Jawa Tengah memperkirakan sekitar 27.000 pelajar di daerahnya terindikasi mengidap HIV/AIDS. Sebagian besar pelajar terkena virus HIV/AIDS karena melakukan hubungan seks sejenis atau laki seks laki (LSL).
Hal itu diungkapkan Sekretaris KPA Jateng, Zainal Arifin, saat dijumpai Semarangpos.com—jaringan Suara.com di kantornya, Jalan Tumpang Raya No 84, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Kamis (29/11/2018).
Zainal menyebutkan, hubungan seks sejenis saat ini memang tengah mewabah di kalangan remaja. Hal itu dikarenakan adanya pemikiran bahwa hubungan seks sejenis lebih aman karena tidak menyebabkan kehamilan.
“Biasanya mereka itu melakukannya [LSL] atas bujukan teman atau orang dekatnya. Tanpa disadari, mereka akhirnya terkena virus HIV/AIDS. Ini jelas berbahaya. Makanya, saya imbau kepada orang tua untuk lebih intensif dalam memberikan perhatian kepada anak. Jangan hanya yang perempuan, cowok juga,” ujar Zainal.
Baca Juga: Pemerintah Dianggap Sudah Menyambut Baik Reuni Akbar 212 di Monas
Zainal menambahkan penyebaran virus HIV/AIDS di Jateng terbilang cukup tinggi. Bahkan berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jateng menempati posisi kelima, setelah Bali dan DKI Jakarta, dalam penemuan kasus AIDS terbanyak di Indonesia.
Kemenkes bahkan memperkirakan ada sekitar 47.514 pengidap HIV/AIDS yang berada di Jateng. Namun, dari jumlah sebanyak itu baru sekitar 23.603 kasus yang berhasil ditangani atau ditemukan KPA Jateng atau sekitar 49,7 persen.
Dari 23.603 pengidap itu, sekitar 1.672 orang telah dinyatakan meninggal dunia akibat virus yang merusak sistem kekebalan tubuh itu.
“Kalau keinginan kami sih sebanyak-banyaknya bisa ditemukan. Jadi bisa kita awasi dan kontrol, sehingga tidak menularkan kepada orang lain, entah itu keluarga atau teman kencan. Target yang dicanangkan pemerintah, kita sudah harus ending epidemic HIV/AIDS pada 2030 nanti,” imbuh Zainal.
Kendati demikian, Zainal mengaku tidak mudah menemukan pengidap HIV/AIDS. Hal itu dikarenakan belum adanya kesadaran masyarakat terkait berbahayanya virus yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu.
Baca Juga: Pernikahan Crazy Rich Surabayan, Ini Hoaks dan Fakta Sebenarnya
Menurutnya, masyarakat masih menganggap HIV/AIDS adalah aib yang memalukan. Stigma itu pun membuat penderita yang belum terdeteksi takut dan juga malu untuk melakukan tes HIV atau voluntary counseling and testing (VCT).