Suara.com - Pemerintah menfasilitasi pemulangan Shinta Danuar, pekerja migran Indonesia (TKI) di Taiwan asal Banyumas, Jawa Tengah, yang menderita lumpuh permanen.
“Sesuai dengan koordinasi dengan KDEI Taipei dan jasa penerbangan, saudari Shinta akan dipulangkan ke Tanah Air pada 29 November 2018. Semoga tidak ada kendala,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A Hasoloan, Selasa (27/11/2018).
Karena mengalami lumpuh permanen, pemulangan Shinta akan menggunakan ambulans khusus dari EMS (Emergency Medical Service) Taiwan, yang disertai tim dokter. Biaya pemulangan ditanggung penuh oleh Kemnaker dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.
“Pemerintah prihatin dengan kondisi Shinta, dan ingin memulangkannya sesuai permintaan keluarga,” tambah Maruli.
Baca Juga: Kemnaker Ajak Semua Pihak Antisipasi Revolusi Industri 4.0
Shinta Danuar, 26 tahun, adalah pekerja migran legal asal Desa Purwodadi, Tambak, Banyumas. Dia bekerja kepada majikan bernama Gao Jia Tai di Hsinchu City, Taiwan sejak April 2014 sebagai perawat orang sakit.
Di tempat terpisah, Kepala Biro Humas Kemnaker, Soes Hindharno, mengatatan, kondisi kesehatan Shinta bukan karena penganiayaan, namun memang karena sakit.
Menurutnya, pada 6 Januari 2015, Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei menerima informasi dari agensi yang menempatkan Shinta, jika Shinta dirawat di RS Mackay Hsinchu karena mengalami koma. Tim dokter menyebutkan kemungkinan Shinta mengalami koma seterusnya.
Kalaupun sadar, ia diprediksi akan lumpuh permanen, karena syaraf tulang belakang rusak, sehingga mengakibatkan fungsi motorik dari leher hingga kaki tidak bekerja.
Beberapa waktu kemudian, Shinta sadarkan diri, namun diagnosa dokter menemukan kondisi paru-parunya tidak dapat mengembang sendiri, sehingga diperlukan alat bantu pernapasan. Untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, Shinta dipindahkan ke Heping Hospital Hsinchu.
Baca Juga: Kemnaker Serahkan 4 Penghargaan INTEGRA 2018 pada DKI Jakarta
Tim medis Heping Hospital melatih Shinta untuk bernapas tanpa alat bantu. Jika hal ini bisa dilakukan, maka hal ini akan mempermudah proses pemulangan ke Indonesia. Namun dua tahun dilakukan terapi, tidak berhasil. Tim dokter menvonis Shinta harus menggunakan alat bantu pernapasan seumur hidup.