Suara.com - Calon Presiden Joko Widodo dinilai lebih mendapatkan keuntungan ketimbang lawannya Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, ada tujuh faktor dari sisi ekonomi yang dapat menguntungkan Jokowi sebagai kubu petahana.
Dari 1200 responden yang dilibatkan dalam survei, sebanyak 70,3 persen mayoritas menilai kalau kondisi ekonomi Indonesia sedang dalam keadaan baik. Sekitar 24,7 persen responden menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi buruk. Sisanya, lima persen responden yang memilih tidak tahu atau tidak menjawab.
“Persepsi baik buruk ekonomi sangat penting bagi seorang petahana yang akan maju kembali di periode kedua,” kata Ardian di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (27/11/2018).
Kemudian, sosok Jokowi pun diuntungkan dengan tingginya optimisme masyarakat kalau kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik di masa mendatang. Sebanyak 37,8 persen responden menyatakan kalau mereka yakin ekonomi Indonesia lebih berkembang lagi bila Jokowi kembali menjadi presiden.
Baca Juga: Pelatih Persija dan PSM Jadi Kandidat Arsitek Timnas Indonesia
Di sisi lain, sebesar 31,3 persen responden menilai kalau kondisi ekonomi di Indonesia tidak akan mengalami perubahan dan 18,5 persen responden menyatakan kalau kondisi ekonomi Indonesia akan semakin memburuk. Kecilnya angka masyarakat yang pesimistis adanya perubahan kondisi ekonomi Indonesia ternyata menguntungkan Jokowi di Pilpres 2019.
Jokowi pun diuntungkan dengan tingginya angka kepuasan responden terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Menurut Ardian, hampir dari setengah responden puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi di bidang ekonomi.
“Sebesar 56,8 persen menyatakan bahwa mereka puas dengan kinerja presiden dan kabinetnya dalam bidang ekonomi. Hanya 35,6 persen yang menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan performa pemerintah di bidang ekonomi,” ujar Ardian.
Keempat, optimisme masyarakat pun diperlihatkan dalam menilai kondisi ekonomi rumah tangga. 58,7 persen responden optimis kalau ekonomi rumah tangganya akan lebih baik. Sedangkan 15,5 persen pemilih menyatakan kalau ekonomi rumah tangga mereka tidak akan berubah. Selebihnya, 5,9 persen responden sangat pesimis kalau ekonomi rumah tangga mereka akan lebih baik.
Kemudian faktor kelima ini yang membuat Jokowi terlihat lebih unggul dari lawannya Capres – Cawapres Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, yakni tingginya angka responden yang menyukai program-program unggulan Jokowi.
Baca Juga: Misteri Rumah Kuno Semarang, Dulu Jadi Tempat Syuting Suzanna
Dari hasil survei LSI, rata-rata di atas 50 persen masyarakat mengetahui beragam program yang dikeluarkan Jokowi seperti Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Beras Sejahtera, Program Keluarga Harapan, Pembangunan Infrastruktur dan Pembagian Sertifikat Tanah. Dari sejumlah program Jokowi itu, 80 persen responden pun menyatakan puas dengan manfaat dari program tersebut.
Lebih lanjut, faktor lain yang menguntungkan Jokowi yakni para pemilih loyal di segmen agama minoritas. Dari base 7,2 persen responden yang non muslim, sebesar 52,2 persen responden yang menilai, jika kondisi ekonomi terpuruk, mereka tetap memilih untuk mendukung Jokowi-Maruf Amin. Sedangkan 43,5 persen responden yang menilai kondisi ekonomi sedang dalam kondisi buruk mendukung Prabowo – Sandiaga. Kemudian sebanyak 4,3 persen responden memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.
Dan faktor ketujuh yang menguntungkan Jokowi yakni Jokowi memiliki pemilih loyal di wilayah Indonesia Timur. Sebanyak 52,1 persen dari pemilih tetap mendukung Jokowi-Maruf Amin. Hanya 21,4 persen responden asal Maluku dan Papua yang memilih mendukung Prabowo – Sandiaga. Adapun 26,5 persen memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei dilakukan 10-19 November 2018 dengan melibatkan 1200 responden. Survei dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan metode multistage random sampling.
Wawancara dilakukan secara tatap muka menggunakan kuesioner. Selain itu, LSI Denny JA juga melakukan riset kualitatif dengan metode grup diskusi terfokus, analisis media dan wawancara mendalam untuk memperkaya analisis. Ambang batas kesalahan survei itu diklaim kurang lebih 2,9 persen.