Suara.com - Revolusi Industri 4.0 memberi banyak pekerjaan rumah yang harus diantisipasi semua pihak. Terutama tantangan transformasi ketenagakerjaan yang meliputi transformasi keterampilan, tantangan transformasi pekerjaan, dan tantangan transformasi masyarakat.
“Akses peningkatan kompetensi yang masif serta kehadiran negara melalui jaminan sosial yang mampu melindungi pekerjaan dan pendapatan warga negaranya menjadi sangat krusial dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 saat ini," kata Sekretaris Jenderal Kemnaker, Khairul Anwar saat membuka Kongres Nasional Indonesia Kompeten, Rabu (21/11/2018).
Ia mengatakan pemerintah dan dunia industri harus bekerja sama dalam menghadapi tantangan pertama yaitu tantangan transformasi keterampilan. Pekerjaan yang berubah menuntut keterampilan yang berubah juga.
“Tantangan kedua adalah tantangan transformasi pekerjaan (job transformation). Akibat dari perkembangan teknologi, bekerja tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu," kata Khairul
Baca Juga: Kemnaker Dorong Serikat Pekerja Perkuat Forum Dialog
Menurutnya saat ini bekerja bisa dilakukan dimana saja. Akibat perkembangan teknologi pula, Part Time Job 4.0 juga dimungkinkan. Part Time Job 4.0 merupakan kondisi kerja dimana satu orang memungkinkan memiliki lebih dari satu mata pencaharian.
"Misalnya seorang karyawan kantor bisa bekerja di kantornya pada siang harinya dan menjajakan properti di malam harinya melalui situs online," tutur Khairul.
Teknologi juga menyebabkan batasan ruang lingkup kerja semakin samar dan pekerja-pekerja kontrak bebas tumbuh pesat. Selain itu dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan semakin banyaknya pekerjaan-pekerjaan repetitif yang bisa digantikan mesin atau robot, pekerjaan yang tersisa kedepannya hanyalah pekerjaan dengan very high skill atau low skill saja.
"Selanjutnya tantangan ketiga adalah tantangan transformasi masyarakat (society transformation). Dampaknya terhadap masyarakat, ketimpangan kompetensi dan pendapatan antara individu yang memiliki akses komputer dan internet akan semakin terasa di era Revolusi Industri 4.0 ini," kata Khairul.
Untuk menjawab ketiga tantangan ini salah satu solusinya adalah kebijakan pasar tenaga kerja inklusif (inclusive labor market policy), “Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan tingkat kompetensi , redistribusi pendapatan dan aset, yang berarti lebih banyak jaminan sosial untuk individu yang lemah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi faktor penting,” tambahnya.
Baca Juga: Kemnaker Serahkan 4 Penghargaan INTEGRA 2018 pada DKI Jakarta
Kementerian Ketenagakerjaan sendiri juga akan membuat program-program pelatihan dan sertifikasi APBN di Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pada tahun 2018, Kemnaker memiliki target untuk melatih sebanyak 159.064 orang dan sertifikasi sebanyak 260.024 orang tenaga kerja.
Sementara pada 2019, APBN menargetkan akan melatih sebanyak 526.344 orang termasuk di dalamnya program pemagangan, dan mensertifikasi sebanyak 526.189 orang tenaga kerja.
“Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius untuk menangani masalah kompetensi tenaga kerja nasional. Diharapkan jumlah ini terus meningkat hingga kita dapat melatih hingga 1.4 juta orang tenaga kerja yang berkualitas per tahun melalui triple skills, yaitu skilling, re-skilling, dan up-skilling. Hal ini penting untuk mengejar ketertinggalan tantangan bonus demografi kita,” kata Khairul.
Selain itu Kemnaker juga berkomitmen mendorong program Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) yang distimulasi oleh gerakan sertifikasi 4.000 praktisi HR dan meluluskan 400.000 peserta pemagangan bersertifikat di seluruh Indonesia. Gerakan ini hanya permulaan karena tantangan SDM kita kedepan jauh lebih besar dari sekedar pelatihan PBK, Program Pemagangan dan sertifikasi.