Suara.com - Jaringan relawan kebebasan berekspresi online SAFEnet menolak putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah karena dianggap mendistribusikan rekaman percakapan dengan pimpinannya.
SAFEnet berharap Baiq Nuril Maknun mendapatkan amnesti.
"Mendesak Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara untuk mengambil opsi pemberian amnesti sebagai langkah akhir untuk menghentikan ketidakadilan ini," kata relawan SAFEnet, Ika Ningtyas, melalui pesan singkat, Minggu (18/11/2018).
Ika mengaku hingga saat ini mereka belum mendapatkan kabar dari Istana perihal amnesti untuk Nuril.
Baca Juga: Demokrat Sesumbar Punya Cara Khusus Kampanyekan Prabowo-Sandiaga
"Kami tetap berusaha maksimal supaya presiden mau mendengar. Masih ada dua hari lagi, semoga negara ini benar-benar hadir untuk Bu Nuril," kata Ika.
Kejaksaan Negeri Mataram akan mengeksekusi Nuril pada Rabu, 21 November mendatang, SAFEnet menyatakan penolakan terhadap eksekusi tersebut.
"Menolak pelaksanaan eksekusi pada Rabu, 21 November 2018 nanti dan meminta Jaksa Agung Republik Indonesia untuk menunda perintah eksekusi putusan Mahkamah Agung sampai proses Pengajuan Kembali (PK) selesai diproses," ujarnya seperti dilansir Antara.
Putusan kasasi MA menurut SAFEnet tidak memperhatikan fakta persidangan di tingkat Pengadilan Negeri Mataram. Dalam persidangan, Nuril tidak terbukti melakukan penyebaran konten seperti yang dituduhkan.
"Lebih jauh lagi, tidak ada unsur mens rea atau niatan jahat dari Ibu Nuril saat merekam, karena itu adalah tindakan membela diri dari pelecehan seksual oleh atasannya," kata SAFEnet.
Baca Juga: Polisi Periksa Kejiwaan Pembunuh Keluarga Gaban Nainggolan
SAFEnet juga meminta Komisi 3 DPR RI untuk menyetujui pemberian amnesti kepada Nuril, yang mereka sebut "untuk memenuhi rasa keadilan".
Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, merekam pembicaraannya dengan mantan kepala sekolah tersebut pada 2017 lalu, berisi cerita hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan resminya.
Nuril merekam percakapan tersebut sebagai cara untuk melindungi dirinya serta bukti bahwa dia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku.
Nuril dilaporkan pimpinannya itu karena dituduh menyebarkan rekaman tesebut. Di persidangan, terungkap bahwa tidak ada unsur kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang dituduhkan. Majelis hakim pada persidangan 2017 lalu menyatakan yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
PN Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah. Jaksa mengajukan kasasi ke MA atas vonis tersebut, yang memutuskan Nuril bersalah dengan hukuman penjara selama enam bulan dan dena Rp500juta subsider tiga bulan kurungan.