Suara.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat untuk melestarikan dan melindungi burung hantu Indonesia. Hal ini disampaikan dalam dialog publik KLHK yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah daerah, lembaga konservasi, perguruan tinggi, hingga komunitas masyarakat pecinta burung di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Kepala Biro Humas KLHK, Djati Witjaksono Hadi mengungkapkan sejak penayangan film Harry Potter, kepopuleran burung hantu meningkat di kalangan masyarakat umum termasuk di Indonesia. Berbagai pengelola wisata alam menjadikan burung hantu sebagai salah satu obyek/daya tarik bagi wisatawan untuk berswafoto dengan satwa liar tersebut.
“Kita lalu lupa untuk memperhatikan kesejahteraan burung hantu yang merupakan hewan malam (nocturnal). Mereka jadi tidak bisa istirahat di siang hari karena menjadi obyek wisata,” ujar Djati.
Saat ini Indonesia memiliki 58 jenis burung hantu dengan 29 spesies endemik yang hanya dapat ditemui di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 spesies burung hantu telah masuk ke dalam daftar jenis satwa dilindungi oleh pemerintah Indonesia. Berbagai tantangan dalam melestarikan burung hantu Indonesia diantaranya adalah jumlah populasi yang terus menurun diakibatkan oleh perdagangan satwa liar.
Baca Juga: KLHK Kaji Enam Lokasi Quick Wins Percepatan Reforma Agraria
Kepala Subdit Pengawetan Jenis Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Puja Utama menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki payung hukum terbaru melalui Peraturan Menteri LHK nomor P.92 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Namun meskipun baru satu spesies burung hantu Indonesia yang masuk dalam 25 satwa prioritas terancam punah, populasi burung hantu tetap menjadi perhatian pemerintah,“Kita terus mengusahakan peningkatan 10% populasi satwa liar di habitat alaminya melalui berbagai penangkaran ex-situ,” ucap Puja.
Keberadaan burung hantu merupakan salah satu indikator yang menandakan bahwa alam masih bersih dan sehat serta terdapat sumber air yang layak digunakan. Hidayat Ashari dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menyatakan, burung hantu menjadi top predator yang menjadi penyeimbang ekosistem, terutama untuk mengendalikan populasi tikus dan serangga yang menjadi makanan utamanya, “Jika populasi burung hantu menurun, maka jumlah tikus dan serangga sulit dikontrol yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan menghadirkan berbagai kuman dan penyakit,” jelas Hidayat.
Ketua The Owl World of Indonesia, Diyah Wara Restiyati mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih meyakini burung hantu sebagai makhluk mistis yang harus diburu. Sementara itu sebagian masyarakat lainnya memandang burung hantu sebagai satwa eksotis yang jika dipelihara mampu meningkatkan nilai prestis bagi pemiliknya, “Hal ini mengakibatkan perburuan burung hantu meningkat karena adanya kedua faktor tersebut,” ujar Diyah.
Achmad Pribadi dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK menyampaikan, pemerintah terus menertibkan dan menindak secara hukum bagi perdagangan satwa liar dilindungi termasuk burung hantu. Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor utama bagi pelestarian dan perlindungan burung hantu Indonesia, “Masyarakat dihimbau untuk melaporkan kepada call center Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) jika menemukan praktik perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi,” paparnya.
Keberlanjutan populasi burung hantu di alam tidak terlepas dari upaya konservasi dan penegakan hukum yang tegas terhadap perdagangan satwa liar. Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat diperlukan agar pelestarian dan perlindungan burung hantu Indonesia dapat tercapai.
Baca Juga: Antisipasi Karhutla, KLHK Tambah Sarana dan Prasarana di Kalbar