Suara.com - Terpidana kasus pencemaran nama baik yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril Maknun akan dieksekusi jaksa dengan memasukannya ke dalam penjara pada Rabu 21 November mendatang. Ini berdasarkan informasi yang dihimpun Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dari penasihat hukum Nuril Baiq.
Direktur Eksekutif ICJR Wahyu Anggara menerangkan, beberapa pemberitaan di media Jaksa menyatakan sudah menerima salinan putusan kasus Nuril sejak Senin 12 November.
“Namun, informasi lain datang dari pihak penasehat hukum Ibu Baiq Nuril, diketahui bahwa hingga saat ini salinan putusan Kasasi Mahkamah Agung dengan Nomor 574K/Pid.Sus/2018 belum diterima oleh pihak Penasehat Hukum selaku kuasa dari Ibu Baiq Nuril,” kata Wahyu dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat (16/11/2018)
Padahal, kata Wahyu, berdasarkan pasal 270 KUHAP menyatakan bahwa “pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengrimkan salinan surat putusan kepadanya.”
Baca Juga: Reuni 212 Bakal Kibarkan 1 Juta Bendera Tauhid Warna-warni
Berdasarkan ketentuan tersebut, kata dia, dapat dinyatakan bahwa eksekusi putusan pengadilan baru dapat dilakukan saat sudah diterimanya salinan putusan.
“Jika jaksa tetap melakukan eksekusi tanpa adanya salinan putusan ataupun hanya berdasarkan petikan putusan, maka dengan itu tindakan yang dilakukan oleh Jaksa merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 270 KUHAP,” katanya.
Sebelumnya ICJR sudah mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk memberi amnesti kepada Baiq Nuril. Langkah ini sebagai upaya melepaskan Baiq dari putusan hukum yang tengah menjeratnya.
“ICJR juga terus mendorong presiden untuk segera memberikan amnesti bagi Ibu Baiq Nuril, yang sesunggahnya merupakan korban pelecehan seksual, serta meminta DPR untuk memberikan perhatian serta pertimbangan serius dalam rangka mendorong pemberian amnesti bagi ibu Baiq Nuril,” kata dia.
Untuk diketahui, Baiq Nuril Maknun merupakan mantan guru honorarium di SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, divonis penjara selama 6 bulan serta denda Rp 500 juta justru karena dilecehkan dan merekam percakapan mesum eks kepala sekolah yang menggodanya di tempat bekerja, H Muslim.
Baca Juga: Detik -detik Tragedi Pembantaian Keluarga Gaban dalam Grafis
Perkara yang terjadi pada tahun 2012 tersebut sempat menjadi perbincangan publik tahun 2017. Setelah kasus itu mencuat, Muslim sendiri dimutasi dan kekinian menjadi pejabat di Dinas Pendidikan Kota Mataram.
Baiq Nuril dilaporkan Muslim ke polisi atas tuduhan mentransmisikan rekaman elektronik berisi konten pornografi.
Alhasil, ibu tiga anak tersebut sempat ditahan polisi sejak 24 Maret 2017. Ia juga diseret ke meja hijau dan didakwa jaksa melanggar Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukumnya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Mataram tertanggal 26 Juli 2017, majelis hakim yang diketahui Albertus Usada memvonis Nuril Bebas.
Tidak terima, jaksa lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung perkara pelanggaran UU No 11/2008 tentang ITE.
Ternyata, dalam putusan tertanggal 26 September 2018, MA melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni justru menganulir keputusan PN Mataram.
Jumat (9/11/2018), MA mengirimkan petikan putusan kontroversial tersebut ke PN Mataram untuk ditindaklanjuti.
Dalam putusannya, MA membatalkan putusan PN Mataram nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr tanggal 26 Juli 2017.
Majelis MA menyatakan, Baiq Nuril terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan.
“Menjatuhkan vonis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan penjara kepada terdakwa,” demikian kutipan putusan kasasi tersebut.