Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, terpidana kasus pencemaran nama baik mantan atasannya M yang melakukan pelecehan terhadap Nuril. Pemberian amnesti dilakukan agar Nuril bisa terbebas dari jeratan hukum.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju mengatakan, Jokowi memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti terhadap Nuril. Pemberian amnesti dari Presiden menjadi salah satu upaya agar bisa menyelamatkan Nuril.
"ICJR menilai ada dua jalan untuk menyelamatkan ibu Baiq Nuril, yaitu dengan Peninjauan Kembali (PK) dan amnesti dari Presiden," kata Anggara dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Jumat (16/11/2018).
Anggara menjelaskan, kewenangan presiden untuk memberikan amnesti tertuang dalam pasal 14 UUD 1945 dan lebih lanjut diatur UU Darurat No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Namun, selama ini baik di tingkat nasional dan internasional amnesti dari presiden hanya diberikan kepada pelaku kejahatan politik.
Baca Juga: Hotman Paris Imbau Perempuan Indonesia Ikut Bela Baiq Nuril
Meski demikian, tidak ada aturan baku yang menuliskan pembatasan pemberian amnesti hanya untuk kejahatan politik saja. Sehingga, Nuril masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan amnesti.
Dengan adanya pemberian amnesti fari Jokowi maka akan menunjukkan upaya untuk memperkokoh perlindungan terhadap hak korban. Terlebih, perlindungan hukum khususnya terhadap perempuan merupakan salah satu komitmen Jokowi.
"Atas nama kemanusiaan dan kepentingan megara untuk melindungi korban kekerasan seksual, Presiden Jokowi dapat dan harus betul-betul mempertimbangkan memberikan amnesti pada Nuril," tegas Anggara.
Tak hanya itu, ICJR juga mendorong DPR agar turut mempertimbangkan dalam pemberian amnesti. Pasalnya, Jokowi bisa memberikan amnesti kepada Nuril dengan pertimbangan dari DPR.
Untuk diketahui, Nuril dipenjarakan oleh mantan atasannya Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim lantaran dituding menyebarluaskan audio bukti rekaman pelecehan seksual yang dilakukan oleh Muslim kepada Nuril. Padahal, rekaman tersebut bukan disebarkan oleh Nuril melainkan disalin oleh orang lain yang meminjam HP miliknya.
Baca Juga: Hotman Paris Siap Bela Baiq Nuril
Muslim yang merasa malu pun melaporkan Nuril atas sangkaan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. PN Mataram membebaskan Nuril dari segala dakwaan, namun Jaksa Penuntut Umum yang tak terima melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung pada 26 September lalu melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni justru menganulir keputusan PN Mataram. Nuril ditetapkan bersalah dan harus menjalani penjara selama 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.