Hageng menyatakan, KSP selalu turun ke lapangan untuk memantau setiap upaya implementasi pembangunan dari masing-masing sektor. Dalam hal rehabilitasi DAS, KSP melihat bahwa saat ini sudah harus dijadikan penekanan kerja, karena dari 450 DAS di Indonesia, saat ini 118 DAS sudah kritis atau sudah seperempatnya rusak.
DAS yang rusak akan mengancam ketahanan pangan dan energi suatu bangsa, karena DAS yang baik akan menjamin ketersediaan air yang berkelanjutan yang dibutuhkan untuk membangun sektor pangan dan energi bangsa. Kondisi ketahanan pangan dan energi yang buruk dari suatu bangsa akan menurunkan daya saing bangsa, hal ini berpengaruh pada perekonomian bangsa yang juga akan terus melemah.
"Hal ini akan menghambat Indonesia untuk menjadi negara maju," ujar Hageng.
Sebagai informasi, pada 2015-2017, selain telah dilakukan kegiatan RHL pada 77.032 ha, juga telah dilakukan pembuatan bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA), yaitu gully plug sebanyak 9.154 unit, dam penahan sebanyak 4.065 unit, yang ditujukan untuk menangkap sedimentasi, serta sumur resapan sebanyak 10.615 unit.
Baca Juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah Konferensi Lingkungan Internasional
Selain itu juga ada kegiatan yang mendorong pelibatan/peran masyarakat dalam memperbaiki lahan kritis dan peningkatan kesejahteraan dalam bentuk pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebanyak 6.331 unit, dengan jumlah bibit yang diproduksi sebanyak 158.270 batang, atau equivalent 189.924 ha, serta pembagian bibit produktif sebanyak 136.553.752 batang dari persemaian permanen.
Kemudian untuk meningkatkan keberhasilan RHL dilakukan Corective Actionya berupa: Perencanaan pada (t-1). Jadi kegiatan RHL 2019 selesai direncanakan 2018.
Dengan demikian, awal 2019 sudah mulai eksekusi kegiatan. Peningkatan porsi sumberdaya pemeliharaan pasca penanaman pun menjadi hal yang penting dikoreksi.
Selanjutnya kegiatan RHL akan diutamakan pada areal-areal yang telah ada pemangkunya, seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Taman Nasional (TN), atau Izin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS), agar ada penanggung jawab pemeliharaan hasil RHL.
Selain itu, peningkatan pengawasan dan monitoring sejak perencanaan dengan pemanfaatan teknologi dan melibatkan konsultas pengawas independen akan dilakukan. Penggunaan teknologi informasi didorong, setiap polygon RHL akan memiliki identitas barcode, data lengkapnya ada di database dan dapat diakses melalui Android. Ini juga upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
Baca Juga: KLHK Dorong Kerjasama Lingkungan Berkelanjutan di Asia Pasifik
Dengan pelibatan masyarakat sejak awal, yaitu sejak tahap prakondisi, pendampingan, kebebasan memilih jenis tanaman (manfaat ekologi dan ekonomi) untuk lahan agroforestry (untuk areal yang dibawah okupasi). Diutamakan tanaman jenis buah-buahan, karena jika tanaman kayu2 saja akan rawan ditebang.