Suara.com - Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynalo membeberkan cara Koordinator hacker Black Hat untuk melihat kinerja anggotanya melakukan aksi peretasan di media sosial. Berdasarkan hasil penyidikan, anggota Black Hat memang dibekali pengetahuan agar bisa merusak sistem jaringan di sebuah situs terutama milik pemerintah.
"Mereka dilatih dan kalau sudah pintar dites dengan maksud maksud tertentu," kata Ricky di gedung Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2018).
Untuk melihat kinerja anggotanya, Black Hat membuat akun grup Whatsapp. Nantinya, kata Ricky, kinerja para peretas muda ini akan diposting dalam grup WA tersebut. Postingan tersebut akan menjadi pacuan untuk anggota lain.
"Mereka diberi target apabila berhasil menembus website tersebut, mereka harus upload di grup Whatsapp tersebut. Biar jadi pacuan buat orang yang di grup," jelasnya.
Baca Juga: Naik 5 Kali Lipat, Transaksi di TEI 2018 Capai Rp 127,33 Triliun
Kelompok yang beranggotakan anak-anak di bawah umur itu melakukan peretasan sejak Juli akhir sampai Juni tahun ini. Namun selama melakukan peretasan, mereka tidak mendapatkan bayaran sedikitpun.
"Mereka ga ada yang dibayar. Hanya kebanggaan sendiri bisa meretas sebuah website, " pungkasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Mabes Polri berhasil menangkap kelompok peretas bernama Black Hat yang beranggotakan anak-anak di bawah umur. Mereka ditangkap karena melakukan peretasan terhadap situs Pengadilan Sulawesi Tenggara.
Setelah diretas, para hacker ini kerap mengubah tampilan situs PN Sulteng setiap waktu. Sejak menerima laporan terhitung tanggal 17 September 2018, polisi langsung melacak keberadaan mereka melalui penelusuran di dunia maya.
Dalam kasus ini, empat pelaku yang ditangkap di beberapa lokasi berbeda itu yakni LY (19), MRS (14), JBKE (16) dan HEC (13). Tiga dari empat pelaku yang ditangkap dikenakan Undang Undang Diversi karena berstatus anak-anak.
Baca Juga: Bhayangkara FC Bungkam MU, Persela Batal Menang
Sedangkan, tersangka berinisal LYC dikenakan pasal pidana karena usainya dikategorikan dewasa. Pelaku dikenakan Pasal 50 Jo Pasal 22 huruf B Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.