Rekam Sanksi Tegas Pemerintah ke Maskapai, Bagaimana Lion?

Dythia Novianty Suara.Com
Minggu, 04 November 2018 | 05:01 WIB
Rekam Sanksi Tegas Pemerintah ke Maskapai, Bagaimana Lion?
Sebuah pesawat Boeing 737 MAX 9 yang dioperasikan oleh Lion Air. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Meski demikian, pada Juni 2015, pemerintah pun mencabut pembekuan izin yang dikenakan ke Lion Air, mengingat maskapai tersebut diyakini telah memperbaiki manajemen operasionalnya. Pascapembekuan izinnya dicabut, Lion Air langsung mengajukan permohonan membuka 44 rute penerbangan baru pada 28 Juni 2015.

Pembelian fantastis Adanya sanksi dari pemerintah nyatanya tidak menyurutkan langkah Lion Air untuk terus mengembangkan lini usahanya. Dalam kurun waktu 2011-2018, Lion Air terus melakukan perjanjian kerja sama pembelian pesawat, baik dengan produsen utama Amerika Serikat Boeing, atau dari perusahaan asal Prancis Airbus. Salah satu kesepakatan dagang fantastis yang pernah dibuat Lion Air terjadi pada November 2011.

Lion Air, saat itu, meneken komitmen pemesanan pesawat terbesar dalam sejarah, hingga acara penandatanganannya dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bali, disaksikan langsung oleh Presiden ke-44 AS Barack Obama.

Dalam komitmen tersebut, Lion Air memesan 201 pesawat Boeing tipe B-737 MAX dan 29 unit jenis B-737 900ER Next Generation senilai 21,7 miliar dolar AS. Tidak hanya itu, pada Maret 2013, Lion Air juga memesan 234 pesawat Airbus A320 senilai Rp230 triliun. Upacara penandatanganan kontrak pembelian dilakukan khusus di Istana Elysee, Paris, disaksikan langsung oleh presiden Prancis saat itu, Francois Hollande.

Baca Juga: 3 Jenazah Korban Lion Air JT 610 Dipulangkan Besok

Dari berbagai kontrak pembelian tersebut, Lion Air bakal memiliki lebih dari 400 armada baru yang akan beroperasi baik untuk penerbangan domestik dan penerbangan internasional. Saat ini, Lion Air setidaknya memiliki sekitar 300 armada, termasuk diantaranya 41 unit Airbus A320, 6 unit Airbus A330, 80 unit Boeing B-737-800, 101 unit Boeing B-737-900ER, empat unit B-737 MAX9, satu unit B-737 MAX 10, dan 10 unit B-737 MAX 8, yakni jenis pesawat yang jatuh di Tanjung Karawang.

Menurut perwakilan Biro Komunikasi Perusahaan Lion Air Group Ramaditya Handoko saat ditemui di Jakarta, pesawat B-737 MAX 8 merupakan armada andalan maskapai tersebut. Alasannya, pesawat keluaran baru Boeing itu dinilai hemat bahan bakar, sehingga banyak digunakan untuk rute penerbangan internasional, khususnya ke Jeddah dan Madinah, Arab Saudi, dan China.

Hingga saat ini (3/11/2018), menurut Ramaditya, 10 pesawat B-737 MAX 8 milik Lion Air pun masih terus beroperasi melayani rute penerbangan luar negeri dan domestik.

Jaminan keselamatan pascakejadian, masyarakat tentu menanti langkah pemerintah serta maskapai untuk memastikan keamanan dan keselamatan ratusan pesawat yang dioperasikan dapat terjamin. Pemerintah melalui Kemenhub memang melakukan gerak cepat. Tidak lama selang insiden terjadi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi langsung melakukan pengecekan laik terbang untuk seluruh pesawat Boeing jenis B-737 MAX 8 yang beroperasi di Indonesia.

Setidaknya ada 11 pesawat B-737 MAX 8 yang beroperasi, 10 diantaranya milik Lion Air Group, dan satu unit sisanya dioperasikan oleh Garuda Indonesia. Pemeriksaan saat itu mencakup kesesuaian prosedur dengan buku manual dengan praktik operasional di lapangan, pengecekan "trouble shooting" dan masalah repetitif, serta aspek kelaikan udara lainnya. Pemerintah turut memeriksa laporan yang masuk dalam waktu tiga bulan terakhir.

Baca Juga: Basarnas : Mesin Pendorong Pesawat Lion Air Telah Terlihat

Hasilnya, Kementerian Perhubungan menyatakan 11 pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 yang beroperasi di Indonesia laik terbang. Pemeriksaan laik terbang yang dilakukan pemerintah menunjukkan ada keseriusan untuk bertindak cepat.

Akan tetapi di tengah penyelidikan KNKT terhadap kotak hitam pesawat Lion Air PK-LQP JT 610, publik juga menanti langkah tegas apa lagi yang dapat dilakukan pemerintah, khususnya dalam menjamin keselamatan dan keamanan para penumpang. Insiden di Tanjung Karawang sudah selayaknya jadi momentum bagi pemerintah sebagai regulator untuk kembali mengingatkan maskapai berbiaya rendah bahwa tidak ada penerbangan murah seharga nyawa. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI