Suara.com - Kementerian Pariswisata (Kemenpar) serius menggarap kalangan milenial, sebab potensinya besar. Inbound wisatawan milenial mancanegara (wisman) ke Indonesia mencapai 50 persen.
Hal itu tertuang dalam Forum Group Discussion (FGD) Millennials ke-3, di Bali Room, Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (1/11/2018). FGD kali ini mengambil tema “Membangun dan Mengembangkan Digital Ecosystem Sebagai Bisnis Model Millennials: Sharing Innovation”.
FGD dihadiri oleh seluruh eselon 1 teknis Kemenpar, Staf Khusus Bidang Komunikasi, Don Kardono, Tenaga Ahli Bidang Manajemen Strategis, Priyantono Rudito, dan Tenaga Ahli Nomadic Tourism, Waizly Darwin.
Dalam kesempatan itu, Menteri Pariwisata, Arief Yahya< menyampaikan rangkuman kesimpulan dari FGD pertama oleh Rhenald Kasali, dan FGD kedua oleh Hermawan Kertajaya. Pada FGD pertama, disampaikan, berlibur merupakan manifesto dari esteem economy, tidak lagi lleisure economy, sementara FGD kedua membahas ciri-ciri milenial yang digital savvy, advocator, experience oriented, dan adventure seeker.
Baca Juga: Kemenpar Kembangkan Klasterisasi Destinasi Ekowisata Jatim-Bali
"Millennials memiliki needs dan behaviour yang distinct, hususnya karena mereka sangat bergantung pada teknologi dan sosial media. Segmentasi terbaik adalah tidak mensegmentasi," jelas Menpar Arief Yahya.
Menurutnya, milenial adalah segmen yang penting, karena size dan influencing power-nya (big and loud), sehingga diperlukan pengembangan strategi marketing khusus.
"Strategi marketing khusus merupakan inisiatif untuk mengkapitalisasi potensi masa depan industri pariwisata. Who wins the future, wins the game, dalam wujud digital platform," tuturnya.
Untuk meraih kemenangan di bidang millennials tourist, Menpar menerapkan collaborative strategy dan creative execution. Pasar dunia akan didominasi kelompok wisatawan generasi milenial, yaitu yang berusia 18-34 tahun, atau lebih dikenal dengan generasi Y.
"Generasi Y ini mudah terlihat dengan kegemaran mereka berwisata, traveling, suka berpetualangan dibandingkan dengan generasi sebelumnya," ujarnya.
Baca Juga: Bakal lebih Meriah, Kemenpar akan Promosi Wisata di Car Free Day!
Sementara itu, Deputi Pengembangan Industri dan Kelembagaan Pariwisata Kemenpar, Rizki Handayani, menambahkan, pelaku bisnis pariwisata perlu segera mengantisipasi, karena terjadi perubahan model bisnis pariwisata di era digital, atau millennials tourism.
"Karenanya, pelaku bisnis pariwisata Indonesia perlu mengantisipasi dengan perubahan ini. Para millennials travellers ini memiliki kesenangan untuk berpetualang atau traveling, namun mereka lebih suka menggunakan jasa perjalanan wisata yang berbasis aplikasi, bukan lagi konvensional," ujarnya.
Perubahan ini, lanjut Rizki, menjadi salah satu tantangan besar bagi pelaku bisnis pariwisata di Tanah Air. Mereka dituntut segera menyesuaikan model bisnis sesuai dengan tuntutan pasar.
“Jika tidak, jelas akan tertinggal apalagi saat ini era digital, sehingga semua dilakukan secara digital yang butuh kecepatan, kelengkapan data dan informasi, praktis serta mudah,” tambah Rizki yang biasa disapa Kiki ini.
Ia menjelaskan, wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama. Pada 2030, pasar pariwisata Asia mendominasi wisatawan milenial, yaitu yang berusia 15 - 34 tahun, mencapai 57 persen.
"Di Cina, kaum milenial akan mencapai 333 juta orang, Filipina 42 juta wisatawan, Vietnam 26 juta anak muda, Thailand 19 juta dan Indonesia mencapai 82 juta orang," pungkas Kiki.
Acara FGD kali ini mengundang berbagai digital platform yang sudah ramai digunakan oleh millennials, di antaranya Grab, Telkomsel, Traveloka, AiryRooms, GenPI,Traval, Travacello, Triptrus.
Tujuan utama dari pelaksanaan FGD kali ini adalah untuk berbagi ilmu, pengalaman, tantangan dan peluang, Digital destination nomadic, online tourism business atau digital channel merupakan bentuk-bentuk wisata baru dan strategi penerapan menggaet pangsa millennials.