"Karenanya, pelaku bisnis pariwisata Indonesia perlu mengantisipasi dengan perubahan ini. Para millennials travellers ini memiliki kesenangan untuk berpetualang atau traveling, namun mereka lebih suka menggunakan jasa perjalanan wisata yang berbasis aplikasi, bukan lagi konvensional," ujarnya.
Perubahan ini, lanjut Rizki, menjadi salah satu tantangan besar bagi pelaku bisnis pariwisata di Tanah Air. Mereka dituntut segera menyesuaikan model bisnis sesuai dengan tuntutan pasar.
“Jika tidak, jelas akan tertinggal apalagi saat ini era digital, sehingga semua dilakukan secara digital yang butuh kecepatan, kelengkapan data dan informasi, praktis serta mudah,” tambah Rizki yang biasa disapa Kiki ini.
Ia menjelaskan, wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama. Pada 2030, pasar pariwisata Asia mendominasi wisatawan milenial, yaitu yang berusia 15 - 34 tahun, mencapai 57 persen.
Baca Juga: Kemenpar Kembangkan Klasterisasi Destinasi Ekowisata Jatim-Bali
"Di Cina, kaum milenial akan mencapai 333 juta orang, Filipina 42 juta wisatawan, Vietnam 26 juta anak muda, Thailand 19 juta dan Indonesia mencapai 82 juta orang," pungkas Kiki.
Acara FGD kali ini mengundang berbagai digital platform yang sudah ramai digunakan oleh millennials, di antaranya Grab, Telkomsel, Traveloka, AiryRooms, GenPI,Traval, Travacello, Triptrus.
Tujuan utama dari pelaksanaan FGD kali ini adalah untuk berbagi ilmu, pengalaman, tantangan dan peluang, Digital destination nomadic, online tourism business atau digital channel merupakan bentuk-bentuk wisata baru dan strategi penerapan menggaet pangsa millennials.