Suara.com - Bencana beruntun membuat sektor pariwisata Indonesia terjepit. Gunung Agung, Bali, baru saja normal April 2018, sudah dihantam gempa bumi yang mengguncang, di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), Palu, Donggala Sulteng, Sumba NTT, Aceh, Sumbar sampai ke Banten.
Belum sempat bernapas, sudah ada kejadian pesawat Lion JT-610, yang kecelakaan di Laut Jawa. Semua bencana itu mendunia melalui semua channel media, karena banyak korban dan nyaris tak berjeda.
Industri yang paling berat menanggung beban bencana alam dan teknologi adalah pariwisata. Gunung Agung Bali butuh 6 bulan recovery, dari akhir September 2017 sampai April 2018.
“Saya merasakan sangat berat. Sekarang okupansi hotel masih di kisaran 30-35 persen saja,” kata Hadi Faishal, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, yang juga pemilik Hotel Praya Lombok itu.
Baca Juga: Gempa Lombok, Kemenpar: Pariwisata di Lombok dan Bali Kondusif
Rata-rata hotel, kata Hadi, sama. Belum bisa cepat bangkit. Ibarat lari, ini maraton. Ekosistem pariwisatanya juga harus ikut bangkit bersama.
“Terima kasih Kemenpar, luar biasa suport kami di berbagai events dan sales mission. Kami berusaha cepat recovery,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Mohammad Faozal mengakui, gempa bumi beruntun yang melanda Pulau Lombok itu saja cukup menekan pariwisata NTB. Ekosistem pariwisata dengan industri yang bergerak di 3A, amenitas, akses, amenitas belum pulih.
Diperkirakan 100 ribu wisman turun hanya dari Lombok Sumbawa saja. Wajar jika industri di NTB teriak kencang, karena merekalah yang merasakan dampak langsungnya. Gempa sendiri dimulai Juli 2018, dan diperkirakan sampai Desember 2018.
Dengan angka itu, hampir pasti proyeksi realisasi tahun ini adalah 16,5 juta wisman atau 97 persen dari target. Apalagi NTB adalah destinasi prioritas atau masuk dalam 10 Bali Baru, dengan ikon Mandalika.
Baca Juga: Kemenpar Tingkatkan Potensi Wisata di Labuan Bajo
Memang daerah yang rusak parah ada di Lombok Timur dan Utara, tapi secara psikologis akan sangat mengganggu wisatawan untuk berlibur ke sana. Apalagi setelah bencana muncul travel advice dari beberapa negara.
"Gempa Lombok telah menyebabkan kerugian besar bagi pariwisata nasional, terutama daerah Lombok dan Bali. Banyak wisman membatalkan perjalanannya ke Lombok. Belum lagi travel advice yang dikeluarkan beberapa negara. Ini jelas sangat merugikan," aku Faozal dengan mimik serius.
Iamenerangkan, saat ini, pariwisata NTB sedang dalam masa pemulihan. Dia tetap optimistis, kerja sama dengan seluruh stakeholder akan membuat pariwisata NTB segera bangkit.
Sekarang, fokus utamanya mengarah ke penyampaian pesan kepada dunia bahwa NTB sudah aman dikunjungi, bahkan ditempati.
"Itu tugas kita bersama. Kita tidak bisa berlarut dalam kesedihan. Citra positif harus kita bangun, sehingga Lombok kembali dikunjungi wisatawan seperti sedia kala. Meskipun itu bukan perkara mudah, tetapi dengan dukungan seluruh stakeholder, semoga pemulihan ini dapat dipercepat," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Agustus hanya 1,51 juta kunjungan. Angka ini turun 1,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu 1,54 juta kunjungan.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan, penurunan disebabkan adanya bencana gempa bumi di Lombok. Seiring bencana tersebut, kunjungan melalui bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok NTB dan Ngurah Rai, Bali anjlok.
Total, kunjungan wisman melalui jalur udara turun 5,71 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tajam terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, yang hanya 4.308 kunjungan pada Agustus, atau turun 69,18 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Gempa Palu Donggala yang membuat banyak kepala negara menelepon dan mengungkapkan rasa simpati, juga berdampak serius. Lalu disusul informasi melalui aplikasi gempa yang berpusat di Aceh, Sumba, Padang dan lainnga.
"Penurunan terbesar kedua terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Ngurah Rai, yang hanya mencapai 572,02 ribu kunjungan, atau turun 8,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya," kata dia, Kamis (1/11/2018).
Data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga sama. Potensi jatuh karena gempa, sekitar 500 ribu wisman. Asumsinya, Indonesia kehilangan 100 ribu wisman per bulan pada Agustus hingga Desember 2018. (*)