Suara.com - Awal pekan di penghujung bulan Oktober 2018, warga Indonesia dikagetkan oleh kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 beserta 189 penumpang di dalamnya.
Senin 29 Oktober pekan ini, pesawat nahas tersebut terjun bebas dari ruang udara ke perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.
Pesawat bertipe B737-8 Max dengan Nomor Penerbangan JT 610 milik maskapai Lion Air itu lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Senin pagi pukul 06.10 WIB.
Selang 33 menit setelah terbang, pesawat tersebut hilang kontak, persisnya pukul 06.33 WIB. Pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E dan sempat meminta kembali ke pangkalan sebelum menghilang dari radar.
Baca Juga: Obesitas Ternyata Bisa Pengaruhi Fungsi Otak
Pesawat itu mengangkut total 189 penumpang, terdiri atas 178 orang dewasa, 1 anak-anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 6 pramugari.
Kecelakaan itu mengagetkan banyak pihak, berikut pula seisi pesawat yang tak mengira mereka tidak bakalan sampai di Bandara Depati Amir.
Kekinian—selain menunggu identifikasi korban—pihak keluarga, kerabat, maupun teman para penumpang mengungkapkan hal-hal terakhir yang mereka kenang mengenai penumpang.
WhatsApp Terakhir
”Aku sudah di mobil kecil ya,” tulis Mery Yulianda, pramugari Lion Air JT 610, pukul 03.01 WIB, Senin pagi, sebelum menaiki pesawat nahas tersebut.
Baca Juga: Persija Jakarta Hantam Barito Putera, Marko Simic Cetak Dua Gol
“Ok sayang, nanti telepon ya,” jawab Muhammad Husni Fadhil, sang kekasih, melalui pesan singkat WhatsApp.
Tak beberapa lama, Mery singkat membalas permintaan Fadhil, ”Ok sayang.”
Selang satu setengah jam, persisnya pukul 04.32 WIB, Fadhil kembali menghubungi Mery.
“Beb?” Namun, pesan singkat Fadhil baru dibalas Mery pada pukul 04.49 WIB.
“Beb, aku abis briefing,” kata Mery.
“Ya Beb, aku bobo ya,” Fadhil kembali membalas.
Mery menaiki pesawat Lion Air JT 610. Seperti biasa, ia melayani setiap keperluan penumpang.
Pukul 09.10 WIB, setelah pesawat yang ditumpangi Mery ramai diberitakan terjatuh di perairan Karawang, Fadhil mencoba menghubunginya via WhatsApp.
“Sayang, kamu di mana?”
Tak berbalas, Fadhil kembali mencoba mengirimkan pesan, “Baby kamu tak apa-apa kan sayang? Aku tak mau kamu kenapa-kenapa sayang.”
Namun, pesan-pesan itu tak pernah berbalas.
Tunggu Aku di Bandara
"Jemput ayah dan Fachridzi di Bandara Depati Amir ya bu,” kata Wahyu Alldila, lelaki berusia 32 tahun kepada sang istri, Putri, melalui sambungan telepon, Senin pagi.
Pagi itu, Wahyu dan putra kesayangannya, Xherdan Fachridzi yang masih berusia 4 tahun, bersiap menaiki pesawat Lion Air JT 610 dari Bandara Soekarno – Hatta menuju Pangkalpinang.
Mereka berangkat dari kediamannya di Padang Baru, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, ke DKI Jakarta pada Sabtu (27/10) akhir pekan lalu.
Wahyu mengajak putranya untuk menonton laga sepak bola antara Timnas U-19 Indonesia melawan Jepang, dalam ajang Piala AFC U-19.
"Seusai menonton bola, masih sempat video call. Cerita seru nonton langsung, sambil makan es krim. Sebelum naik pesawat, sempat menelepon, minta jemput," kenang Putri.
Putri yang tengah mengandung anak Wahyu, hanya sendirian di Bandara Depati Amir, Senin nahas itu.
Namun, ia tahu, tak bakal pernah melihat sang suami dan balita tercintanya semringah berjalan menuju dirinya.
Zuiva yang Tak Lagi Pulang
Zuiva Puspita Ningrum sukses mendarat selamat di Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (26/10).
Perempuan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan itu, baru pulang dari dinasnya di Pangkal Pinang, Babel. Ia terbiasa pulang pada Jumat sore, untuk melepas kerinduan terhadap suami dan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil.
"Biasanya Jumat sore berangkat ke Jakarta, terus Senin pagi balik lagi ke Pangkal Pinang," tutur Admadji, paman Zuiva di Yogyakarta.
Zuiva adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Setelah menikah, Zuiva dikaruniai tiga anak yang masih bersekolah di SD dan TK.
Anaknya yang pertama, masih duduk di bangku kelas 4 SD. Anaknya yang kedua, kelas 2 SD. Sementara si bungsu ada di Taman Kanak-kanak.
Sudah dua tahun Zuiva melakoni perjalanan jauh dan melelahkan tersebut. Namun, ia tak pernah mengira, Jumat pekan lalu, adalah kali terakhir ia bisa pulang dan melepas kerinduan.
Senin (29/10) pagi, seorang lelaki sedang asyik menonton acara-cara di televisi dalam rumahnya, Jalan Kaliurang km 5, Gang Jeruk Nomor 1 , Sleman, Yogyakarta.
Namun, ia sontak kaget dan resah ketika menyaksikan breaking news yang disiarkan salah satu stasiun televisi: Lion Air JT 610 Jakarta – Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang.
Pikirannya langsung tertuju pada si bungsu, Zuiva. Ia lantas menelepon nomor ponsel putrinya itu, tapi tak terbalas.
Ia lantas mengontak suami putrinya, dan mendapatkan kabar menyesakkan: Zuiva berangkat ke Pangkal Pinang pagi ini, naik Lion Air JT 610.”
Perantauan Terakhir Pengantin Baru
Deryl Fida Febrianto tampil meyakinkan saat memasuki badan burung besi bernomor punggung JT 610 milik perusahaan Singa Merah tersebut, Senin 29 Oktober pagi.
Setelah duduk di kursi penumpang, Deryl masih sempat mengaktifkan ponselnya. Ia menghubungi sang istri yang berada di Surabaya, Jawa Timur.
Luthfiayani Eka Putri, perempuan berusia 23 tahun, adalah sosok yang baru dinikahi Deryl dua pekan lalu, Senin 15 Oktober.
Deryl lantas mengirimkan pesan singkat agar Putri mengetahui dirinya sudah berada di dalam pesawat. Ia juga mengirimkan fotonya yang memakai masker, tengah duduk manis di bangku penumpang.
Setelahnya, Putri tak lagi mendapat pesan dari Deryl. Lion Air JT 610 yang membawa suaminya ke Pangkal Pinang untuk mencari nafkah sudah lepas landas.
“Ini kali pertama Deryl berangkat kerja, dan kali pertama Deryl mendapat pekerjaan. Senin hari ini (kemarin), seharusnya ia sudah bertugas di kapal kargo yang sedang bersandar di Pangkal Pinang,” tutur Didik Setiawan, orang tua Deryl.
Alviani Pergi Menuju Cahaya
“Mom, I'm exhausted (Bu, aku kelelahan),” keluar dari bibir Alviani Hidayatul Solikha kepada guru Bahasa Inggris SMAN 1 Dolopo, Rindang Wahyu Wijayanti, melalui sambungan telepon, Minggu (28/10) sore.
Rindang adalah mantan guru sekaligus orang dekat Alviani, pramugari Lion Air JT 610.
“Dia curhat. Dia ternyata baru merasakan, susahnya mencari uang dan kebahagiaan,” kata Rindang.
Senin 29 Oktober, Alviani juga sempat menelepon keluarganya yang berada di RT14/RW7 Dukuh Gantrung, Desa Mojorejo, Kecamatan Kebunsari, Madiun, Jawa Timur, sebelum terbang bersama Lion Air JT 610.
“Dia cuma bilang sudah mau terbang ke Pangkal Pinang. Begitu saja. Dia tak bicara apa pun selain itu,“ kata Wijayanti, kerabat Alviani.
Namun, Alviani tak pernah sampai ke Pangkal Pinang. Kekinian, keberadaan Alfiani masih menjadi misteri di perairan Karawang.
Dua hari sebelumnya, Sabtu (27/10), Alviani sempat mengunggah fotonya yang tersenyum di Instagram, dan membubuhkan tulisan “it's dark inside, i want save that light”, “Di dalam gelap, saya ingin menyelamatkan cahaya itu.”
Shella Tak Pernah Sampai ke Pelaminan
Shella menaiki pesawat Lion Air JT 610 pada Senin pagi, bersama calon suaminya. Mereka hendak ke Pangkal Pinang, Babel, untuk menemui keluarga di sana dan memberikan kabar baik pernikahan.
Selain bersama kekasihnya, perempuan yang tinggal di Taman Grisenda Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara itu, juga menaiki pesawat tersebut bersama calon mertua dan teman calon mertuanya.
"Shella (pergi) sama calon suaminya, calon mertua dan temen calon mertuanya. Ya, berempat dari sini (dari rumah)," sepupu Shella yang hanya mau disebut sebagai T.
T menuturkan Shella ke Pangkal Pinang untuk melakukan silaturahim kepada keluarga lainnya, sekaligus untuk memberi kabar pernikahannya.
"Shella mau ketemu famili, mengabarkan dia mau married," kata dia.
Namun, bersama penumpang lain, Shella tak pernah sampai ke Pangkal Pinang.
Shella, tak pernah sampai di pelaminan.