Suara.com - Deriyanto (38), seorang nelayan yang juga berprofesi sebagai pengrajin lemari mengaku tak ikut membantu proses evakuasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dengan rute penerbangan Jakarta - Pangkal Pinang. Pesawat yang mengangkut 189 orang itu jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, tidak lama setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Tangernag, Banten, pada Senin (29/10) pagi.
Deriyanto menerangkan, ia dan sejumlah nelayan lainnya tidak membantu petugas melakukan evakuasi puing pesawat dan korban karena harga solar untuk bahan bakar perahu kayu bermesin miliknya mahal. Deriyanto memilih mengamati proses evakuasi dari bibir pantai bersama warga lainnya
"Kebetulan harga solar mahal, kalau kita dimodalin solar sama tim evakuasi sih nggak apa-apa," ujar Deriyanto di Pantai Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018).
Menurut Deriyanto, dalam satu hari nelayan setidaknya membutuhkan 5 liter solar untuk berangkat melaut dari pagi hingga sore hari. Terlebih jika mencari ikan sampai tengah laut, tak kurang dari 10 sampai 15 liter solar ia harus keluarkan.
Baca Juga: Anggotanya Korban Lion Air, Ketua DPRD Babel Nangis saat Rapat
"Ya dalam sehari bisa habis 5 liter, kalau sampai ke tengah laut bisa habis 10-15 liter," ujarnya.
Meski demikian, Deriyanto mengatakan siap jika diajak oleh tim Basarnas untuk membantu proses evakuasi. Hanya saja, dalam proses evakuasi tersebut dirinya menumpang kapal milik tim evakuasi yang telah tersedia.
"Ya saya mau-mau saja mas kalau diajak cari korban atau puing-puing pesawat. Tapi kalau pakai perahu sendiri saya tekor. Apalagi hasil tangkapan sedang tidak banyak," tutur Deriyanto.
"Kebetulan teman saya ada yang ikut proses evakuasi. Kemungkinan masih di sekitar titik jatuhnya pesawat," Deriyanto menambahkan.
Baca Juga: Setelah 3 Minggu Berhenti, Teleskop Hubble Kembali Beroperasi