Pengamat: Maraknya Kepala Daerah Kena OTT KPK Bisa Rugikan Jokowi

Minggu, 28 Oktober 2018 | 02:32 WIB
Pengamat: Maraknya Kepala Daerah Kena OTT KPK Bisa Rugikan Jokowi
Tersangka yang terjerat OTT KPK, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra, saat meninggalkan kantor KPK di Jakarta, Kamis (25/10/2018). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), Bayu Dwi Anggono menilai, maraknya kepala daerah yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) alias terkena OTT KPK, dapat merugikan Presiden Jokowi. Sebab, hal itu menurutnya mencederai upaya Jokowi untuk membangun pemerintahan yang bersih.

Bayu menuturkan, seharusnya Jokowi membangun sistem pencegahan korupsi di tingkat pemerintahan daerah. Pasalnya kata dia, meski Jokowi berupaya untuk membangun pemerintahan pusat yang bersih, namun jika pada akhirnya justru pejabat di daerah banyak yang terjerat korupsi, hal itu juga dapat merugikan dirinya.

"Jadi ini akan merugikan Presiden, karena rakyat menilai kepala daerah yang jadi garda terdepan pelayanan publik justru banyak melakukan korupsi," kata Bayu, dalam diskusi bertajuk "Kepala Daerah Terjerat, Siapa Tanggung Jawab" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).

Bahkan menurut Bayu, perlu juga adanya pernyataan tegas dari Jokowi terkait maraknya kepala daerah yang kekinian ditangkap tangan oleh KPK.

Baca Juga: Sandiaga Uno Soroti Faktor Ekonomi Penyebab Tingginya Angka KDRT

"Saya menunggu Presiden kita bilang (bahwa) kepala daerah yang ditangkap KPK itu sontoloyo," ujarnya.

Lebih jauh, Bayu mengungkapkan bahwa sejatinya penyebab maraknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi adalah akibat buruknya sistem pengkaderan dalam partai politik. Selain itu, praktik mahar politik menurutnya juga menjadi salah satu penyebab kepala daerah memiliki ketergantungan untuk melakukan 'politik balas budi'.

"Kepala daerah tidak bisa independen karena bergantung (pada penyokongnya)," jelasnya.

Artinya, menurut Bayu, permasalahan tersebut sebenarnya bukan terkait sistem pilkada langsung atau tidak. Melainkan menurutnya, ini merupakan permasalahan sistem itu sendiri.

"Ini (soal kepala daerah banyak terjerat korupsi) bukan masalah pilkada langsung atau tidak langsung, tapi masalah sistem di dalamnya," tutupnya.

Baca Juga: KPK Minta KLHK Kaji Ulang Perusahaan Sawit di Danau Sembuluh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI